Kamis 28 Mar 2019 10:58 WIB

Komisi VIII Desak Kemenag Cabut PMA Rektor

PMA itu dinilai membuka peluang untuk tindak KKN.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ali Taher Parasong.
Foto: DPR RI
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ali Taher Parasong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher mendesak Kementrian Agama menghapus Peraturan Menteri Agama (PMA) 68 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian rektor dan ketua perguruan tinggi keagamaan. Ali menganggap, regulasi ini kerap kali dikeluhkan warga perguruan tinggi di bawah naungan Kemenag. “PMA itu membuka peluang untuk tindak Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN),” jelas Ali saat ditemui di Jakarta, Kamis (28/3).

Meski desakan ini telah didorong sejak 2016 silam, namun hingga saat ini Kemenag belum menunjukkan reaksi apapun. Ali berharap Kemenag dapat mengambil keputusan untuk menindaklanjuti PMA yang selama ini, menurut dia menjadi tameng praktek KKN di ranah perguruan tinggi agama.

Baca Juga

Adanya peran Kemenag dalam penentuan pengangkatan dan pencabutan jabatan rektor, menurut Ali sangat rentan disabotase. Selain itu, perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang mandiri dan otonom, maka sudah semestinya segala regulasi diatur secara internal oleh manajemen perguruan tinggi terkait.

“Karena adanya usulan dari pantia seleksi yang dibuat oleh PMA, sehingga adanya akumulasi pengambilan keputusan secara sentral. Itulah yang menimbulkan adanya jual beli jabatan. Itu yang kita hindari,” kata Ali. 

Dia menjelaskan, saat ini terdapat 57 universitas Islam dibawah naungan Kemenag yang masih perlu mendapatkan penataan kelembagaan. Dia juga mendorong agar PMA 68 tahun 2015 dapat segera dicabut agar menajemen universitas Islam dapat lebih mandiri. “Oleh karena itu DPR mendorong agar dipercepat dicabutnya PMA 68. Sehingga seluruh sistem dan regulasi sesuai dengan UU pendidikan tinggi,” kata dia.

Jadi Kemenag fungsinya hanya mengesahkan saja. Dia menambahkan, yang memproses secara formal itu adalah integral kampus. Kemenag hanya memberikan otorisasi saja.

Sebelumnya Kemenag diramaikan dengan isu jual beli jabatan yang terjadi di lingkungan universitas Islam. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Mahfud MD juga menyebutkan beberapa rektor yang diduga melakukan atau dimintai sejumlah uang untuk mendapatkan posisi rektor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement