REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) prihatin atas munculnya gejala dan gelagat dalam kehidupan bangsa yang menunjukkan perseturuan, perselisihan, serta perbedaan pendapat yang tajam. Kondisi itu dinilai berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa. Karena itu, Wantim MUI menyeru penyelenggara Pemilu 2019 menjadi wasit yang adil.
"Dewan Pertimbangan MUI men dorong terselenggaranya Pemi lu 2019 sebagai pemilu yang damai, berkualitas, berkeadilan, dan berkeadaban," ujar Ketua Wan tim MUI, Prof Din Samsyuddin saat menyampaikan kesimpulan Rapat Pleno ke-37 Wantim MUI di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (27/3).
Wantim MUI, lanjut Din, juga menyeru kepada penyelenggara Pemilu 2019, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), lembaga-lembaga di bawahnya, aparat penegak hukum, dan keamanan agar menyelenggarakan Pemilu 2019 dengan sebaik-baiknya, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
"Terhadap gejala perpecahan bangsa, Wantim MUI menolak setiap gejala dan gelagat yang ingin mengadu domba memecah belah kehidupan bangsa dan umat Islam khususnya," ujar mantan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja sama Antaragama dan Peradaban ini.
Wantim MUI juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama mengawal Pemilu 2019. Dengan demikian, pemilu menjadi kekuatan pemersatu bangsa pada masa yang akan datang. Kepada masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, Wantim MUI mengimbau untuk mengguna kan hak pilihnya.
Wantim MUI mengimbau masya rakat Indonesia khususnya umat Islam supaya menggunakan hak pilihnya. Hal tersebut sebagai manifestasi dari tanggung jawab sebagai warga negara yang baik. Sebab, dalam pandangan Islam, memilih pemimpin merupakan kewajiban kebangsaan dan ke agamaan.
Wantim MUI juga berpesan kepada seluruh elemen bangsa agar meningkatkan kecerdasan politik demi terwujudnya pemilu yang berkualitas. Caranya dengan memilih pemimpin sesuai dengan kata hati, qalbu, dan pengetahuan politik demi menjamin kelangsungan hidup berbangsa serta bernegara, yaitu Indonesia yang adil dan makmur di bawah naungan serta maghfirah Allah SWT.
"Dewan Pertimbangan MUI menyeru umat Islam untuk terus berdoa kepada Allah SWT, memohon agar bangsa Indonesia diberi kekuatan lahir dan batin, serta terhindar dari malapetaka perbeda an dan permusuhan," ujar Din.
Dalam pandangan Sekretaris Wantim MUI, Prof Noor Achmad, Indonesia membutuhkan buku atau poster yang memuat pedoman memilih pemimpin. Pedoman tersebut memuat imbauan-imbauan dari para pimpinan ormas yang tergabung di Wantim MUI.
"Saya mengusulkan supaya ada panduan bagi para pemilih untuk memilih pemimpin, siapa yang kita pilih dengan beberapa persyaratan, artinya ada persyaratan bagi pemimpin Indonesia," kata Noor kepa da Republikadi Kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, menurut ajaran Islam pilihlah pemimpin yang sidik, amanah, tabligh, dan fathanah, yakni orang yang jujur, cerdas, amanah, dan transparan. "Untuk memilih pemimpin seperti itu, pemilihnya harus seperti apa? Tentu pemilihnya harus memilih berdasarkan hati nurani dan akal, tidak berdasarkan kepada politik uang dan hoaks," kata nya.
Sementara itu, Wakil Ketua Wantim MUI, Prof KH Didin Hafidhuddin, mengatakan, Wantim MUI merasa khawatir menghadapi Pemilu pada 17 April mendatang. Karena itu, Wantim MUI tidak boleh berhenti dalam upaya memberikan pencerahan kepada seluruh masyarakat.
Ia mengungkapkan, Wantim MUI juga ada kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi setelah Pemilu 2019. Sebab, politik la pangan yang sekarang terjadi membahayakan berbagai macam hal yang tidak pernah diduga sebelumnya.
"Terutama politik menghalalkan segala cara, korupsi semakin merajalela, yang sangat sedih hal itu juga dilakukan oleh kalangan tokoh agama dan institusi keagamaan." (fuji e permana ed:wachidah handasah)