REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, peristiwa tsunami di Selat Sunda juga bisa terjadi di Maluku. Potensi bahaya tersebut perlu diwaspadai oleh masyarakat.
"Kasus tsunami Selat Sunda juga bisa terjadi di sini sehingga kami harus mengingatkan kepada para nelayan dan masyarakat pesisir untuk mewaspadainya," jelas Kepala Pusat BMKG, Dwikorita Karnawati di Ambon, Maluku, Senin.
Dwikorita mengatakan, jika menemui kejadian serupa, para nelayan di pantai harus segera mengevakuasi diri ke tempat yang lebih tinggi. Sementara itu, mereka yang sudah telanjur berada di laut tak perlu ke pantai.
"Ketika ada tsunami, pantai merupakan area paling berbahaya dan di tengah laut justru lebih aman," ungkap Dwikorita.
Menurut Dwikorita, tsunami memang dapat terjadi tanpa didahului gempa bumi. Di Selat Sunda, pada 22 Desember 2018, tsunami datang menyusul erupsi lereng gunung bawah laut yang terjadi tanpa ada guncangan gempa bumi.
"Selama ini, seluruh dunia melakukan pemantauan dan pengamatan dini tsunami berdasarkan kejadian gempa bumi yang ada di dasar laut, misalnya gempa dasar laut dengan magnitudo 7 bisa membangkitkan tsunami," kata Dwikorita.
Tsunami, menurut Dwikorita, juga bisa terjadi seperti di Palu. Dalam kasus di Palu, tak ada peringatan dini yang bisa mengingatkan masyarakat akan datangnya bencana tsunami karena penyebabnya bukanlah gempa, melainkan longsor tepi pantai.
"Di Palu tsunami datang lebih cepat, sebelum peringatan dini, maka kami mengajak masyarakat, nelayan, dan pemda untuk menggunakan kearifan lokal apabila dirasakan gempa yang kuat meski pun tidak ada peringatan dini, segera evakuasi mandiri ke arah yang datarannya lebih tinggi," ujar Dwikorita.
BMKG juga mengimbau pemerintah daerah untuk menambah penerangan lampu malam hari ke arah laut. Dengan begitu, kalau ada gelombang tinggi yang datang maka semua orang lebih waspada.