Kamis 21 Mar 2019 15:52 WIB

Belum Ditemukan Unsur Pidana, Kasus Nur Mahmudi Dikembalikan

Sudah lima kali berkas perkara Nur Mahmudi dikembalikan ke Polres Depok.

Rep: Rusdi Nurdiansyah/ Red: Muhammad Hafil
Mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail memenuhi panggilan Polres Depok, Kamis (13/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail memenuhi panggilan Polres Depok, Kamis (13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Depok, Sufari menilai sampai saat ini berita acara pemeriksaan (BAP) kasus korupsi mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Harry Prihanto belum ditemukan adanya unsur pidana.

"Belum ditemukan atau belum dipenuhi penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Depok. Jadi harus ada petunjuk meteril yakni harus ada perbuatan melanggar hukum, apa yang dilanggar sehingga unsur pidananyan terpenuhi oleh orang yang disangkakan. Jika disangkakan ada kerugian negara, maka harus ditunjukkan. Bikin pasal sangkaan pidananya," ujar Sufari di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok, Kamis (21/3).

Baca Juga

Sudah kali kelima berkas perkara Nur Mahmudi dan Harry Prihanto dalam kasus korupsi pembebasan lahan pelebaran Jalan Nangka yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 10,7 miliar dikembalikan Kejari Kota Depok ke pihak penyidik Tipikor Satreskrim Polres Depok. Ini karena dinilai belum lengkap atau masih P-18.

"Lagi-lagi kami minta supaya dilengkapi berbagai petunjuk jaksa kepada penyidik Tipikor Satreskrim Polres Depok sehingga dapat kita naikan ke tingkat P-21 yakni hasil penyidikan sudah lengkap. Jadi terpaksa kami kembalikan lagi berkas perkaranya atau P-19," jelas Sufari.

Sejak ditetapkan tersangka oleh Tipikor Satreskrim Polres Depok pada Agustus 2018 berarti sudah lima kali BAP Nur Mahmudi dan Harry Prihanto diajukan dan dikembalikan lagi oleh pihak Kejari Depok. "Kami sudah kembalikan lagi berkas perkaranya. Tidak ada batas waktu, kecuali pihak kepolisian yang menghentikan perkaranya karena tidak menemukan bukti cukup kuat. Jadi bukan kewenangan kami menghentikan perkaranya," tegasnya.

Sufari memastikan, jika unsur kerugian negara ini bisa ditunjukkan penyidik Tipikor Satresrim Polres Depok maka Kejari Depok segera melimpahkan kasus ini ke pengadilan. "Perkara ini, baru dapat disangkakan korupsi apabila ada unsur kerugian negara. Sedangkan dalam hal ini, barang yaitu lahan untuk pelebaran Jalan Nangka ada, dan sudah menjadi aset Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dan sudah dipakai untuk material pembangunan jalan," tutur Sufari.

Dia menambahkan, apabila ada temuan penganggaran ganda dalam pembelian lahan ada dana dari pengembang Apartemen Green Lake View yang diuntungkan dengan pelebaran Jalan Nangka tersebut, maka harus bisa dibuktikan. "Polisi harus dapat menemukannya, kemudian menjadikan bukti materil permulaan yang kuat. Kalau terbukti ada anggaran ganda, selesai sudah dan kita limpahkan ke pengadilan," terang Sufari.

Selajutnya dia menyarankan penyidik Tipikor Satreskrim Polres Depok meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit ulang untuk menentukan besar kerugian negara karena sesuai petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) pelaksanaan proyek pelebaran Jalan Nangka itu sudah dilaksanakan.

"Minta BPKP untuk diaudit ulang. Kalau audit sebelumnya tidak menggunakan tim appraisal, sekarang harus menggunakan tim appraisal dan data yang lama, ikuti itu, dimana nanti jika ada temuan korupsi maka baru bisa diperkarakan," terang Sufari.

Pihak Tipikor Satreskrim Polres Depok belum memberikan tanggapan terkait kali kelima BAP korupsi Nur Mahmudi dan Harry Prihanto dikembakikan Kejari Kota Depok. "Saya harus tanya penyidik Tipikor dulu, sampai saat ini kami belum dapat memberikan tanggapan," pungkas Kassubag Humas Polresta Depok AKP Firdaus saat dikonformasi Republika, Kamis (21/3). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement