REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kawasan Heart of Borneo atau Jantung Kalimantan yang masuk ke dalam wilayah Indonesia kalah bersaing dengan kawasan yang berada di wilayah Malaysia dan Brunei Darussalam. Meski wilayah Jantung Kalimantan mayoritas ada di Indonesia, nyatanya ketertarikan wisatawan rendah.
Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie menjelaskan beberapa penyebab dari ketertinggalan Kalimantan sebagai destinasi wisata. “Kalimantan sudah terlalu lama ditinggalkan dan kita punya keterbatasan infrastruktur jalan. Tapi, untuk membangun jalan butuh biaya sangat mahal,” kata Irianto di Kementerian Pariwisata, Jakarta, Selasa (19/3).
Ia memaparkan, panjang Pulau Kalimantan lebih dari 1.900 kilometer. Sekitar 1.030 kilometer di antaranya masuk wilayah Kalimantan Utara. Namun, wilayah yang luas itu belum saling terhubung dengan akses jalan yang mencukupi sehingga banyak wisatawan yang mengurungkan niat mengunjungi Kalimantan.
Sebaliknya, kawasan ekowisata yang terdapat di negara bagian Malaysia, yakni Sabah dan Sarawak, serta Brunei Darussalam menjadi favorit kunjungan wisatawan mancanegara, terutama dari Cina. Tingkat keterisian kamar hotel di sana selalu mencapai titik maksimal. Sementara itu, mengutip data BPS, tingkat penghunian kamar (TPK) di Kalimantan Utara hanya mencapai 58,8 persen.
“Di Kota Kinabalu (Ibu Kota Sabah) seluruh kamar hotel penuh menjelang akhir pekan. Ini karena akses yang mudah dan murah. Saya sudah melihat sendiri, mereka menikmati betul hasil pariwisata,” kata Irianto
Ia menjelaskan, luas kawasan Jantung Kalimantan yang masuk ke wilayah Indonesia 16,8 juta hektare. Dari jumlah itu, sebanyak 30,9 persen masuk ke Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Sisanya, 22,1 persen di Kalimantan Timur, 18 persen di Kalimantan Tengah, dan 29,1 persen di Kalimantan Barat.
Saat ini, khusus di Kaltara, baru terdapat 624 kilometer jalan negara, 677 kilometer jalan provinsi, dan 3.129 kilometer jalan kabupaten/kota. Di sisi lain, akses transportasi udara dari dan ke Kaltara maupun wilayah Kalimantan lainnya masih perlu ditambah.
“Infrastruktur jalan dan udara masih terbatas. Pembangunan infrastruktur transportasi sudah dimulai, namun masih butuh waktu yang lama dan biaya yang besar,” ujarnya.
Sementara itu, jumlah hotel masih amat terbatas serta lokasi-lokasi ekowisata yang masih terisolasi oleh transportasi umum. Alhasil, para wisatawan harus mengeluarkan biaya lebih untuk membayar sewa transportasi hingga sampai ke tempat tujuan.
Meski begitu, Irianto mengatakan, program pemerintah pusat telah memulai pembangunan jalan cukup membantu Kalimantan untuk bisa mempermudah akses. Selanjutnya, kata dia, pemerintah provinsi akan terus melanjutkan pembangunan dengan kondisi keterbatasan anggaran daerah saat ini.