Selasa 19 Mar 2019 15:32 WIB

Selain Guru Honorer, Bawaslu Rencana Rekrut PTPS dari Daerah

Hal ini dilakukan guna mengatasi masalah kurangnya PTPS yang mencapai 55 ribu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Bahan pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menghadiri diskusi di Media Center Bawaslu, Thamrin, Jakarta, Jumat (24/8).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ketua Bahan pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menghadiri diskusi di Media Center Bawaslu, Thamrin, Jakarta, Jumat (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain guru honorer, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) berencana merekrut pengawas tempat pemilihan umum (PTPS), yang berasal dari luar wilayah TPS berada. Hal tersebut dilakukan guna mengatasi masalah kurangnya PTPS yang mencapai 55 ribu.

"Kita akan ambil PTPS dari desa terdekat. Kalau dari desa terdekat itu memenuhi syarat, akan kita ambil, yang dekat juga dengan TPS," ujar Ketua Bawaslu, Abhan saat dikonfirmasi, Selasa (19/3).

Baca Juga

Abhan menjelaskan, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang yang ingin menjadi PTPS. Adapun syarat utamanya yaitu orang tersebut haruslah non-partisan, independen, dan imparsial.

Ia menambahkan, hingga saat ini pihaknya pun masih melakukan sosialisasi ke masyarakat. Tujuannya untuk terus menambah jumlah PTPS pada pemilihan umum 2019 yang kurang dari sebulan lagi. "Kami masih jemput bola secara maksimal. Kita juga sosialisasi, aktiflah. Kita sudah lakukan itu," ujar Abhan.

Adanya upaya Bawaslu untuk menutupi kekurangan sekira 55 ribu PTPS, seperti menggunakan guru honorer atau pengawas dari daerah lain, disambut positif Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Alwan Ola Riantoby. Namun, ia juga menyoroti kualitas PTPS yang diambil dari daerah lain di luar wilayah TPS suatu daerah.

"Sangat berpengaruh karena bukan wilayah asalnya, artinya dia tidak mengenal dengan baik wilayah atau TPS tersebut," ujar Alwan.

Ia turut menyoroti Bawaslu kurang mensosialisasikan informasi perekrutan PTPS di sejumlah wilayah Indonesia. Sehingga membuat masyarakat kurang tertarik untuk menjadi PTPS pada pemilihan umum (Pemilu) 2019.

"Pola rekruitmen yang terlalau monoton, artinya minim sosialisasi, sehingga orang lebih memilih menjadi saksi partai yang dalam hal tugas dan upah jauh lebih besar dari upah PTPS," ujar Alwan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement