REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan kelompok minoritas dan kelompok rentan tidak tersentuh dalam Debat Cawapres pada Ahad (17/3). Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Nopitri Wahyuni mengatakan kedua Cawapres banyak membahas isu-isu populer tanpa merangkak sedikit pada kondisi sosial yang terjadi dan mandeg-nya pembahasan kebijakan yang mengakomodasi persoalan tersebut.
“Isu kelompok disabilitas, perempuan maupun komunitas Masyarakat Adat tidak menjadi bagian dari substansi debat. Padahal masih banyak persoalan pada kelompok minoritas dan rentan, seperti pengakuan eksistensi dan perlindungan Masyarakat Adat, tingginya perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan, serta pelayanan sosial bagi kelompok disabilitas,” papar Nopitri.
Ia menambahkan, di isu-isu lainnya yang dibahas, kedua Cawapres belum banyak mengelaborasi konteks persoalan. Misalnya dari isu sosial-budaya yang dipaparkan, bisa dilihat keduanya tidak menyentuh konteks maupun tawaran kebaruan. Cawapres 01 fokus pada konservasi dan globalisasi budaya, yang kemudian dilengkapi dengan pernyataan Cawapres 02 dengan polesan ekonomi kreatif.
“Sayangnya, penguatan kebudayaan lokal tidak menjejaki peranan Masyarakat Adat. Kedua Cawapres melupakan polemik yang terjadi, yaitu perjuangan hak-hak Masyarakat Adat melalui RUU Masyarakat Adat yang masih mengalami kebuntuan. Padahal, mereka menghadapi perentanan yang cukup serius, mulai dari perampasan lahan sampai diskriminasi keyakinan,” tambah Nopitri.
Selanjutnya pada isu kesehatan, Nopitri menilai, kedua Cawapres tidak banyak mengelaborasi strategi bagaimana perbaikan tata kelola dan inklusivitas layanan kesehatan bagi perempuan dan penyandang disabilitas.
Kemudian, pada isu ketenagakerjaan, Nopitri menyatakan, keduanya memiliki gambaran yang serupa dengan menekankan pada pengentasan pengangguran dan pembukaan lapangan kerja. Link and match dengan dunia industri dan penggunaan infrastruktur digital menjadi sangat populer.
“Sayangnya, bahasan ketenagakerjaan tidak menguak persoalan kerja layak, terutama hak-hak tenaga kerja (upah minimum, hak pekerja perempuan, dll) dan perlindungan tenaga kerja informal. Bolong-bolong perangkat kebijakan ketenagakerjaan saat ini pun belum dikritisi lebih lanjut, seperti pengesahan RUU PRT (Pembantu Rumah Tangga) dan perlindungan pekerja migrant,” kata Nopitri.
Terakhir soal pendidikan, Nopitri mengapresiasi komitmen kedua Cawapres tentang pentingnya riset dalam pembangunan. Misalnya, Cawapres 01 yang mengutarakan soal riset dengan cakupan teknis yang baik, mulai dari dana abadi riset, pembentukan Badan Riset Nasional dan RIRN (Rencana Induk Riset Nasional). Sedangkan, pada Cawapres 02 yang fokus dengan riset yang sesuai dengan kebutuhan industri.
“Komitmen kedua pasangan patut diapresiasi terkait riset dalam pembangunan," katanya.