Sabtu 09 Mar 2019 22:26 WIB

'Bentengi Anak dari Pengaruh Teknologi'

Sekarang ini orang tua cenderung melepas anaknya di dunia digital.

Anak
Foto: Republika/Yasin Habibi
Anak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehidupan masyarakat saat ini sudah semakin dimanjakan oleh berbagai layanan berbasis teknologi digital melalui perkembangan aplikasi mulai dari belanja, transportasi, pekerjaan dan lainnya. Perkembangan digital berbasis aplikasi pun mulai merambah dunia pendidikan melalui metode e-learning. Namun pengembangan digitalisasi pendidikan lagi-lagi terjatuh pada peningkatan kualitas IQ anak, bukan pada karakter anak.  

Metode e-learning ini bahkan cenderung menggerus karakter anak karena tiadanya pertemuan langsung. Dunia digital bukan mendidik anak menjadi individualis, tidak mandiri, tidak jujur dan tidak respek terhadap perbedaan.  Padahal di era digital ini pendidikan karakter juga sangat penting untuk memberikan dasar sikap dan mental anak dalam menggunakan teknologi digital.

Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho mengatakan bahwa dengan berkembangnya teknologi digital maka perlu adanya upaya untuk membentengi anak bangsa terhadap informasi yang dapat merusak karakter anak tersebut meski hal tersebut menurutnya tidaklah mudah. Namun hal tersebut harus dimulai dari lingkup keluarga terlebih dahulu, yang artinya peran dari orang tua harus dikembalikan lagi

“Saat masuk ke era digital sekarang ini orang tua cenderung melepas anaknya di dunia digital. Mereka cenderung mengasih anaknya smartphone, Tablet atau mengoperasikan laptop komputer di rumah tanpa pengendalian dan pengawasan yang cukup dari orang tua. Ini sangat berbahaya sekali. Karena ada titik ketika nanti si anak merasa lebih percaya kepada informasi yang dia baca di internet daripada harus percaya dengan informasi dari guru atau orang tuanya,” ujar Septiaji Eko Nugroho, Sabtu (9/3).

Menurutnya, ketika anak memulai menggunakan teknologi, maka orang tua itu harus punya pemahaman yang kuat terkait bagaimana mendidik anak menggunakan teknologi digital dengan baik yang biasa disebut Digital Parenting. “Ini agar jangan sampai anak terpapar hal-hal yang bisa membahayakan dia secara keamanan atau mengunyah konten konten negatif seperti  hate speech (ujaran kebencian) ataupun juga konten-konten yang terkait dengan radikalisme,” katanya.

Lalu setelah ini menurutnya akan naik ke tingkat yang lebih atas lagi, yakni lingkup masyarakat, yang tentunya juga membutuhkan gerakan masyarakat untuk membuat aktivitas offline. Ini supaya anak-anak kembali bertatap muka seperti zaman dulu, dimana  jangan sampai mereka waktunya habis hanya bertemu dengan gadget-gadget saja.

“Di level-level masyarakat yang ada di  perkampungan ataupun di kota anak-anak itu perlu dibuatkan dan diajak untuk melakukan aktivitas yang membuat mereka bisa berinteraksi secara nyata dengan anak-anak yang lainnya. Ini agar mereka tidak hidup dalam dunia sendiri di dunia digital,” ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement