REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) meminta para pasangan calon (paslon) calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nantinya terpilih memiliki kebijakan memutuskan status perawat yang belum jelas.
Ketua Umum PPNI Harif Fadilah mengatakan, dari sekitar 2,3 juta tenaga kesehatan di Indonesia ternyata lebih dari separuhnya adalah perawat. Tetapi ia mengungkap tenaga perawat memiliki 11 jenis status yang tidak tetap mulai dari honor, kontrak, BLUD, PTD Daerah, harian lepas, wiyata bakti, magang, honor daerah, sukarela, hingga supporting staff.
"Mereka (perawat bekerja sukarela) menghadapi persoalan kesehatan tidak segera diputus statusnya. Jadi saya usul pada masing-masing paslon supaya memutuskan status perawat," ujarnya saat berbicara di talkshow bertema 'Panggung Canggung Cawapres', di Jakarta, Sabtu (16/3).
Ia meminta para kandidat pemimpin itu tidak membiarkan perawat tersebut tidak kunjung memiliki kejelasan status karena rakyat Indonesia selalu dilayani dan tidak kenal libur. Ia mengandai-andai jika perawat tersebut berhenti memberikan pelayanan kesehatan maka pelayanan pasti macet.
"Jadi, tenaga perawat dibutuhkan," katanya.
Selain itu, pihaknya menyoroti pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) pembantu (pustu) yang belum dimiliki semua desa. Padahal, dia menambahkan, kini ada dana desa tetapi mengapa tidak memasukkan pos anggaran untuk membangunnya dan memasukkan perawat dan bidan untuk bekerja di tempat itu. Selain itu, pihaknya meminta adanya perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga kesehatan termasuk perawat.
"Sebab sering ada kriminalisasi, intimidasi (termasuk kepada perawat) padahal kami tidak memiliki maksud membunuh melainkan melayani," ujarnya.
Seperti diketahui, debat ketiga akan diikuti oleh dua cawapres, Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno, Ahad (17/3) besok. Adapun tema debat cawapres ini adalah pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan budaya.