Sabtu 16 Mar 2019 08:11 WIB

Musim Gugur Industri Digital

Industri digital membutuhkan dana besar dan riset yang kuat agar tidak gugur.

Digital Transformasi. Ilustrasi
Foto: CNN
Digital Transformasi. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Jusman Dalle, Direktur Eksekutif Tali Foundation dan Praktisi Ekonomi Digital

Ledakan industri digital ternyata tak semanis yang dikira. Dagang daring sebagai lokomotif industri digital di Indonesia yang bertabur primadona, tak luput dari kabar duka. Telah banyak usaha rintisan atau startup yang bernasib nelangsa.

Ada yang harus merelakan diri diakuisisi demi eksistensi. Beberapa yang lain mencoba bertahan meski dengan langkah tertatih. Tak sedikit yang terpaksa menutup operasi.

Terbaru, jagat ekonomi digital Tanah Air dikejutkan oleh kabar usaha rintisan Qlapa yang mengibarkan bendera putih. Mereka mengusung ekonomi dan pemberdayaan sosial sebagai misi, yang menjadi platform market place bagi produk kerajinan dalam negeri.

Qlapa sempat disebut-sebut oleh Forbes Asia sebagai usaha rintisan dengan pertumbuhan penuh impresi. Diramal memiliki masa depan sarat potensi. Anugerah sebagai aplikasi mobile 'Hidden Gem' dari Google Play juga pernah diraih.

Namun, kini ceritanya berganti. Qlapa tersisih dari panggung kompetisi. Qlapa bukanlah usaha rintisan pertama dan terakhir yang terempas dari arena industri digital. Di Indonesia, telah ada lusinan usaha rintisan yang terpental, dari yang mulai lokal hingga pemain global.

Bahkan, tak sedikit yang pernah disanjung puji serta digadang-gadang bakal eksis untuk jangka panjang, kini justru tersungkur dan masuk daftar usaha rintisan yang gagal.

Melihat fenomena tumbangnya beberapa usaha rintisan di Tanah Air, mencuatkan pertanyaan yang selalu berulang. Mengapa mereka bernasib malang? Padahal ledakan pertumbuhan industri digital amat mengagumkan.

Google dan Temasek meramal nilai industri digital Indonesia mencapai Rp 1.453 triliun pada 2025 mendatang. Nilai kue ekonomi 'super jumbo' itu mestinya dinikmati para pelaku industri digital.

Maka itu, menjadi anomali ketika banyak usaha rintisan yang berguguran. Sebab pada saat yang sama, usaha rintisan lain toh tetap sukses menjelma menjadi raksasa. Bahkan, mengembangkan layanan dalam aneka varian produk barang ataupun jasa.

Menanggapi usaha rintisan yang berguguran, berbagai hipotesis diajukan. Termasuk tak sedikit yang mengatakan, masalah utamanya keterbatasan sokongan uang. Kekuatan kapital diyakini sebagai faktor kunci bertahan di industri digital dengan napas panjang.

Sebuah studi menarik bertajuk The Top 20 Reasons Startups Fail dipublikasikan CBSInsight. Studi itu merupakan analisis terhadap 101 usaha rintisan yang gagal.

Produk yang tidak diterima pasar, kehabisan modal, serta tim yang tidak tepat merupakan tiga masalah teratas yang menjadi penyebab mengapa usaha rintisan gagal.

Namun, bila disimplifikasi, 20 penyebab kegagalan usaha rintisan yang diuraikan di dalam studi tersebut terbagi ke dalam tiga kluster problem. Yakni, karena persoalan keuangan, tim yang tidak tepat, serta riset yang lemah.

Usaha rintisan yang gagal karena masalah keuangan sudah sering kita dengar. Bukan rahasia lagi bila industri digital ini adalah industri padat modal. Ajang bakar duit.

Tengoklah bagaimana sengitnya persaingan di sektor retail daring, ridehailing, teknologi finansial, dan biro perjalanan daring. Empat sektor tersebut merupakan ujung tombak ekonomi digital saat ini. Empat sektor industri digital yang sudah sesak.

Usaha rintisan berkompetisi mengakuisisi dan menjaga loyalitas pelanggan dengan aneka promo menggiurkan. Perang harga tak terhindarkan, dari diskon hingga cashback.

Uang dihamburkan demi eksistensi, alih-alih berpikir jadi pemimpin pasar.

Dalam situasi perang seperti itu, seberapa dalam kocek dapat dirogoh tentu jadi faktor yang amat krusial untuk menentukan bisa tidaknya sebuah usaha rintisan bertahan. Maka itu, sokongan pendanaan dari investor kakap amat dibutuhkan.

Usaha rintisan yang tak mendapatkan investor, hanya bisa balik kanan dan keluar dari arena persaingan. Dukungan keuangan yang kuat tentu saja bukan garansi sebuah usaha rintisan dapat bertahan. Hal yang juga tak tak kalah penting adalah tim andal.

Terutama yang berada di level otak perusahaan, yaitu para pendiri (founder) juga mentor. Membesut usaha rintisan membutuhkan dedikasi tinggi dan sinergi yang kuat di antara setiap komponen inti.

Sokongan dana yang kuat dan tim andal ternyata tidak memperkecil kemungkinan sebuah usaha rintisan gagal. Secara empiris, hal ini terkonfirmasi dalam daftar usaha rintisan yang gagal.

Seperti kasus tutupnya Qlapa yang digawangi anak-anak muda dedikatif, termasuk alumni Silicon Valley, ibu kota industri digital dunia. Dukungan pendanaan buat Qlapa juga sudah mengucur. Bahkan, sudah di tahap Seri A.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement