Jumat 15 Mar 2019 18:30 WIB

KLHK Disebut Perlu Cabut Izin Perusahaan Pembakar Lahan

Sejumlah perusahaan setiap tahun membakar lahan untuk perluasan perkebunan di Riau.

Pemadaman Karhutla: Helikopter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjatuhkan air dari udara saat membantu proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, Kamis (28/2/2019).
Foto: Antara/FB Anggoro
Pemadaman Karhutla: Helikopter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjatuhkan air dari udara saat membantu proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, Kamis (28/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) meminta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) lebih tegas lagi terhadap perusahaan yang setiap tahun membakar lahan dan hutan di Riau untuk perluasan perkebunan baru. Jikalahari meminta agar izin perusahaan tersebut dicabut.

"Tidak layak lagi korporasi tersebut hanya sebatas ditegur atau disurati dan turun ke lapangan, saatnya izin lingkungan dan Amdalnya mustinya langsung dikaji oleh KLHK," kata Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari dalam keterangannya di Pekanbaru, Jumat.

Baca Juga

Permintaan tersebut disampaikannya terkait teguran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada 11 korporasi. Berdasarkan hasil pantauan hotspot di Pusat Monitoring Dirjen Gakkum KLHK menemukan sembilan titik api di kebun sawit, satu titik di kawasan hutan tanaman industri (HTI), dan dua titik di kawasan migas.

Okto menyebutkan, dari 11 perusahaan itu, menurut KLHK, ada perusahaan yang wilayah konsesinya paling sering terbakar terus-menerus. Untuk kasus seperti ini, pihak kementerian tidak langsung mengirim surat, tapi turun dan melihat langsung apa yang terjadi di lapangan.

Berdasarkan data KLHK, ke-11 perusahaan tersebut adalah PT Sumber Sawit Sejahtera, PT Tunggal Mitra Plantation, PT Trisetya Usaha, PT. Bumi Reksa Nusa Sejati, PT Panca Surya Agrindo Sejahtera, PT Surya Dumai Agrindo, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Sumatera Riang Lestari, PT Perkasa Baru, dan PT Satria Perkasa Agung.

"Korporasi yang ditegur KLHK tercatat terlibat berbagai masalah, audit UKP4 hingga ditetapkan tersangka Karhutla oleh KLHK," katanya.

Jikalahari juga telah melaporkan 49 korporasi diduga pembakar hutan dan lahan KLHK dan penegakan hukum lainnya pada 2016. Di antaranya merupakan bagian korporasi yang diberikan teguran oleh KLHK, yakni PT Satria Perkasa Agung, PT Surya Dumai Agrindo, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Rimba Rokan Lestari, dan PT Rimba Rokan Lestari.

"Melihat kondisi karhutla yang terjadi kembali kini, KLHK seharusnya segera menindaklanjuti laporan tersebut. Namun sejak tiga tahun ini tidak ada perkembangan dari Gakkum KLHK," kata Okto.

Sementara itu, Okto mencermati korporasi yang lahannya kembali terbakar menunjukkan mereka tidak takut dengan KLHK. Oleh karena itu, ia berpendapat, kebijakan meninjau izin lingkungan dan Amdal sebagai langkah kurang berani dari KLHK.

Okto mengatakan, jika KLHK berani mencabut izinnya maka lahan tersebut dapat dikelola oleh rakyat dalam bentuk perhutanan sosial dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang memang sudah dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement