Selasa 12 Mar 2019 21:44 WIB

Badan Pengawas Pemberantasan Teroris Belum Dibentuk DPR

Nasir Djamil sudah menyampaikan usulan pada agar Dewan Pengawas segera dibentuk.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi III DPR-RI, Nasir Djamil usai gelar rapat gabungan Komisi III bersama KPK, Polri, dan Jaksa Agung di Gedung Nusantara II, Senin (16/10).
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Anggota Komisi III DPR-RI, Nasir Djamil usai gelar rapat gabungan Komisi III bersama KPK, Polri, dan Jaksa Agung di Gedung Nusantara II, Senin (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI masih belum juga membentuk Badan Pengawas untuk melakukan pengawasan dalam upaya pemberantasan terorisme. Dengan demikian, pengawasan yang dilakukan pada penegak hukum dalam upaya memberantas terorisme belum dilakukan secara resmi.

Amanat pembentukan dewan pengawas tertuang dalam Pasal 43J UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Berdasarkan UU tersebut, Dewan Pengawas harusnya dibentuk oleh DPR RI. Namun, sejak undang-undang itu disahkan pada Mei 2018 lalu, dewan pengawas belum juga dibentuk.

Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menuturkan, ia sudah menyampaikan usulan agar Dewan Pengawas segera dibentuk. Namun, dia mengatakan, pimpinan belum merespons karena adanya sejumlah urusan menjelang gelaran Pemilu 2019.

"Saya juga sudah menyampaikan pada pimpinan DPR supaya badan pengawas jangan lama dibentuk. Segera dibentuk karena ini menyangkut dengan hak asasi manusia. Kita berharap pimpinan dpr di sela sela kesibukan menjelang pilpres dan pileg seperti ini, diharapkan bisa segera membentuk ini," kata kata Nasir Djamil di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (12/3).

Nasir mengakui, tanpa adanya Dewan Pengawas, maka pengawasan akan sulit dilakukan. Saat ditanya terkait faktor yang membuat pembentukan dewan pengawas ini lama, Nasir mengaku, tidak ada kesulitan maupun kendala.

Hanya saja, ia mengakui, pimpinan DPR RI belum menyiapkan waktu untuk membahasnya. "Gak sulit kok sebenarnya gak ada kendala apa apa, tinggal pimpinan menyurati fraksi-fraksi meminta agar ada anggota fraksi yang bersangkutan agar anggota yang bersangkutan membentuk tim pengawas terorisme tersebut," kata Nasir.

Nasir juga menjelaskan, pembentukan dewan pengawas akan melibatkan beberapa komisi. Ia menyatakan akan membahas kembali agar dewan pengawas dalam pemberantasan terorisme segera dibentuk. 

Dewan pengawas harus dibentuk agar pemberantasan terorisme yang dilakukan harus seesuai azas hak azasi manusia (HAM). "Kami ingin mengedepankan keamanan dengan hak azasi manusia. Untuk menyeimbangkan keduanya ini harus ada yang mengawasi karena Pemberantasan terorisme itu tidak boleh tidak menghargai atau menafikan hak azasi manusia," kata politikus PKS ini.

Dalam hal pemantauan, DPR RI hanya bisa mengandalkan laporan yang disampaikan dari penengak hukum, dalam hal fungsi penindakan oleh Polri, TNI, maupun dalam fungsi pencegahan dan penanggulangan oleh BNPT. Namun, Nasir pun mengakui dari Komisi III DPR RI belum mengetahui kapan rapat kerja bersama lembaga-lembaga itu akan dilakukan.

Pascapengesahan UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada Mei 2018 lalu, penegak hukum dalam hal ini Polri memiliki kekuatan lebih untuk menangkap siapa saja yang terkait dengan jaringan terorisme. Ratusan orang pun ditangkap oleh Densus 88 Antiteror maupun Satgas Antiterorisme Polri yang ditanam di polda-polda.

Polri mengklaim, para terduga teroris yang ditangkap dititipkan di tahanan Polda maupin dibawa ke Jakarta. Namun, data rinci terkait penangkapan itu tak diungkap ke publik. Akibatnya, muncul kekhawatiran terjadinya pelanggaran HAM dalam tindakan yang dilakukan Polri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement