REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan pembebasan Siti Aisyah dari dakwaan pembunuhan di Malaysia merupakan bentuk dari kerja sama semua pihak untuk melindungi warga negara Indonesia (WNI) yang tersandung hukum di luar negeri. Dia mengatakan, selama ini di internal pemerintah, kerja sama tersebut terjalin di lintas kementerian dengan aparat penegak hukum.
Terkait kasus Siti, Prasetyo menerangkan, semua lini di pemerintahan punya peran pendampingan. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berperan melakukan langkah diplomatik dengan pemerintahan di Malaysia.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) menyertakan tim komunikasi dan pendampingan. Kejaksaan Agung, kata Prasetyo, dalam kasus Siti, memantau sejak ditetapkan sebagai tersangka.
“Berkenaan dengan masalah proses hukum perkara Siti Aisyah di Malaysia, kalaupun sekarang ini dibebaskan oleh peradilan Malaysia, adalah merupakan kerja bersama,” kata Prasetyo dalam rilis resmi Kejaksaan Agung yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (11/3).
Prasetyo mengatakan, pemantauan tersebut dengan mengirimkan jaksa-jaksa senior di internal untuk mengawasi proses penanganan kasus Siti. Dia mengatakan, para jaksa senior tersebut, sekaligus menjadi asisten bagi pengacara Siti selama menjalani proses hukum.
Prasetyo mengaku turun tangan dalam penanganan kasus tersebut. Yaitu, dengan membicarakan langsung proses pidana Siti, dengan Jaksa Agung Malaysia, Tommy Thomas.
“Beberapa kali saya pun sempat bertemu dengan Jaksa Agung Tommy Thomas, untuk mendiskusikan masalah Siti,” kata Prasetyo.
Perjumpaan keduanya, Prasetyo mengatakan, terjadi di Singapura. “Syukur, saat ini kerja sama semua pihak, hasilnya menggembirakan kita semua. Siti Aisyah terbebas dari jerat hukum yang berat di Malaysia,” sambung Prasetyo.
Kejaksaan Malaysia memutuskan untuk menarik dakwaan terhadap Siti Aisyah, Senin (11/3). Siti Aisyah menjadi salah satu tersangka dalam konspirasi pembunuhan terhadap saudara tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, yakni Kim Jong-nam, yang terjadi di Malaysia, pada 2017 lalu.
Dengan penarikan dakwaan tersebut, perempuan kelahiran Serang, Banten 1992 itu dibebaskan dari semua ancaman pidana terkait kematian Kim Jong-nam.