Senin 11 Mar 2019 15:24 WIB

Bawaslu Kritisi Tren Saling Lapor Antarpeserta Pemilu

Tidak semua laporan memenuhi unsur formal dan material.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Bawaslu, Thamrin Jakarta Pusat, Selasa (15/5). Bawaslu duga KPU Jawa Barat Kecolongan soal insiden kaos #2019GantiPresiden saat debat publik pada Senin (14/5) malam.
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Bawaslu, Thamrin Jakarta Pusat, Selasa (15/5). Bawaslu duga KPU Jawa Barat Kecolongan soal insiden kaos #2019GantiPresiden saat debat publik pada Senin (14/5) malam.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochamad Afifuddin, mengakui adanya tren saling lapor terkait dugaan pelanggaran di antarapeserta Pemilu 2019. Namun, tidak semua laporan itu memenuhi unsur formal dan material kasus dugaan pelangggaran pemilu.

"Memang saat ini di antara peserta pemilu  ada tren saling lapor. Namun, tren ini tidak diikuti oleh keterangan memadai sisi formal dan material. Kadang-kadang laporannya itu sudah naik di media, sudah digoreng isinya. Namun, saat dimintai KTP-el, pelapor tidak mau," ungkap Afif kepada wartawan dalam diskusi bertajuk 'Menjamin Legitimasi Pemilu' di Kantor Kemenkominfo, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (11/3).

Baca Juga

Afif kemudian menjelaskan bahwa ada dua mekanisme yang digunakan dalam menangani dugaan pelanggaran pemilu. Keduanya yakni lewat laporan dugaan pelanggaran oleh masyarakat dan temuan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu.

"Kalau ditemukan oleh jajaran Bawaslu ke bawah kami istilahkan sebagai temuan. Temuan ini sifatnya harus presisi dan tidak boleh salah (temuannya). Dengan kata lain harus memenuhi unsur formal dan materialnya," ujar Afif.

Sementara itu, laporan dari masyarakat tidak semuanya bisa ditindaklanjuti. Penyebabnya, kata Afif, sudah disebutkan sebelumnya, yakni belum memenuhi unsur formal dan material.

"Sehingga kalau ada laporan (soal suatu dugaan pelanggaran) yang tidak bisa ditindaklanjuti, kami akan masuk lewat jalur temuan," tegas Afif.

Lebih lanjut dia mengungkapkan hingga 5 Maret lalu sudah ada 6.274 kasus dugaan pelanggaran pemilu yang teregistrasi di Bawaslu. Jumlah tersebut terdiri dari dugaan pelanggaran administrasi pemilu dan dugaan pelanggaran pidana pemilu.

"Sebanyak 5.985 di antaranya adalah temuan jajaran kami sampai tingkat bawah. Kemudian 601 dari data itu adalah laporan masyarakat. Jadi persentasenya masyarakat menyumbang laporan 10 persen dari jumlah kasus itu. Selebihnya oleh Bawaslu sampai tingkat bawah," paparnya.

Afif menambahkan, dari dugaan pelanggaran data di atas ada 45 putusan pidana pemilu. Dugaan pelanggaran administrasi yang lebih banyak.

"Misalnya ada 12 putusan soal ASN, enam putusan soal politik yang dan soal kegiatan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu ada tiga putusan," kata Afif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement