REPUBLIKA.CO.ID, NGANJUK -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meninjau kawasan hutan di Desa Bendoasri, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, yang memiliki 600 hektar lahan tanaman porang. Khofifah menjelaskan, Porang merupakan produk unggulan Jawa Timur yang hampir seratus persen hasilnya diekspor ke luar negeri.
"Tanaman jenis umbi-umbian ini banyak digunakan untuk bahan baku tepung di Jepang, kosmetik, penjernih air, untuk bahan pembuatan lem, dan juga jelly," kata Khofifah di sela peninjauannya, Ahad (11/3).
Gubernur perempuan pertama di Jatim itu menegaskan, Pemprov Jatim siap memfasilitasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Artomoro dan juga LMDH Trimulyo yang menjadi pengelaola ahan tanaman porang di sana. Dia pun menyatakan akan fokus agar porang ini bisa menjadi produk unggulan Jawa Timur.
"Maka saya harap biji yang nanti bisa ditanam lagi, jangan sampai dilepas ke luar. Pemprov Jawa Timur siap membuat regulasi untuk bisa melarang pengiriman ekspor biji atau katak porang yang digunakan untuk pembudidayaan tanaman porang," ujar Khofifah.
Selama bercengkrama dengan para petani porang, Khofifah banyak dicurhati masalah penyakit yang kini menyerang tanaman porang. Hama tersersebut memberikan dampak penyakit yang bisa menurunkan 75 persen produksi porang petani. Petani di sana mengaku, semula per hektar bisa menghasilkan porang sebanyak 15 ton, gara-gara hama yang tidak diketahui petani itu, produksi panen porang hanya tersisa 5 ton per hektar.
"Nah untuk masalah ini saya akan tugaskan Kepala Dinas Kehutanan karena memang sudah dalam komitmen akan bertemu dengan tim dari Universitas Brawijaya. Saya berharap Universitas Brawijaya mengirim tim untuk kajian khusus porang, sehingga kita punya center of excellent untuk porang dan mengatasi masalah petani," kata dia.
Tidak hanya itu, untuk fasilitasi para petani porang pascapanen, Khofifah menyatakan siap mengirimkan bantuan berupa slicer atau perajang dan juga oven untuk pengering. Tujuannya untuk meningkatkan nilai ekonomis porang saat dijual ke pengepul atau ke konsumen.
"Terutama lantaran selama ini petani kerap mengalami kesulitan mengeringkan porang. Padahal harga jualnya saat kondisi kering bisa mencapai lima kali lipat," kata mantan Mensos tersebut.