Kamis 07 Mar 2019 17:07 WIB

Robertus Robet Dibolehkan Pulang

Robet menyatakan permintaan maafnya.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (kanan) bergegas meninggalkan Gedung Bareskrim Mabes Polri usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (7/3/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (kanan) bergegas meninggalkan Gedung Bareskrim Mabes Polri usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (7/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet dibolehkan pulang setelah diperiksa Bareskrim Polri selama 1x24 jam, Kamis (7/3). Meski dibolehkan pulang, aktivis kelahiran 1971 itu tetap berstatus tersangka. Robet disangka telah melakukan penghinaan terhadap isntitusi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Juru Bicara Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, Robet diperiksa sejak Kamis (6/3) dini hari. Proses pemeriksaan terhadap Robet, dilakukan di Direktorat Siber Bareskrim Mabes Polri. “Setelah dilakukan pemeriksaan, kemudian proses administrasi berita acara yang sudah selesai, saudara R dibolehkan pulang oleh penyidik,” ujar dia di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/3).

Baca Juga

Akan tetapi kata Dedi, Robet tetap sebagai tersangka. Penyidikan terhadap Robet, masih akan dilanjutkan. “Tentunya proses penyidikan yang dilakukan oleh Direktorat Siber Bareskrim tetap berjalan sesuai prosedur yang berlaku,” kata Dedi. Kata Dedi, ada sejumlah unsur dalam perbuatan Robet, yang kuat dapat dipidanakan. Terutama, yang menyangkut tentang penghinaan terhadap institusi negara.

Tim Siber Bareskrim Polri, pada Kamis (7/3) dini hari menangkap Robet di kediamannya di Depok, Jawa Barat (Jabar). Penangkapan tersebut, terkait dengan aksi Robet yang menyanyikan plesetan mars Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) saat aksi Kamisan, di depan Istana Negara, pada 28 Februari lalu. Aksi  yang terekam dalam video tersebut sempat viral di media sosial.

Kepolisian menganggap aksi itu sebagai penghinaan terhadap institusi militer dan kepolisian. Robet dijerat dengan Pasal 45 A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU ITE, juncto Pasal 14 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 207 KUH Pidana. “Unsur pidana utamanya yang Pasal 207. Unsur paling kuat,” sambung Dedi. Pasal tersebut tentang hukuman penjara satu tahun enam bulan terhadap siapa pun yang sengaja di hadapan umum melakukan penghinaan terhadap penguasa, atau insitusi dan badan resmi.

Setelah menjalani pemeriksaan, Robet kepada wartawan di Bareskrim Polri membenarkan aksi menyanyikan mars pelesetan ABRI tersebut, dilakukan olehnya. Pun kata dia, video viral yang beredar, pun memang dirinya. “Jadi benar, saya ingin mengatakan, benar yang ada dalam orasi tersebut, itu saya,” ujar dia. Ia pun memahami sangkaan penghinaan yang dituduhkan kepolisian terhadapnya. “Saya pertama-tama ingin menyatakan permohonan maaf,” sambung dia.

Namun ia menerangkan, orasinya dengan mars plesetan tersebut, bukan bermaksud menghina TNI. Namun nyanyian itu, sebetulnya kritik di masa lalu terhadap ABRI. “Tidak maksud saya untuk menghina TNI yang kita cintai,” kata dia. Lagu plesetan tersebut, memang marak dinyanyikan para aktivis dan mahasiswa di masa TNI dan Polri masih bernama ABRI.

Mars plesetan tersebut, menebalkan sindiran terhadap ABRI untuk dibubarkan saja, karena dianggap tak berguna. Terkait status hukumnya, Robet pun mengatakan menyerahkan kepada kepolisian. “Dan saya kira bagaimana kelanjutan proses hukum terhadap saya, saya serahkan ke pihak Polri,” ujar dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement