Rabu 06 Mar 2019 02:48 WIB

KPU dan Bawaslu Beda Pendapat Soal Keterlibatan ASN

Komisoner KPU Wahyu Setiawan menilai, ASN boleh saja sosialisasi program pemerintah.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Hasanul Rizqa
Sejumlah peserta berbaris usai mengikuti apel ASN pada jajaran Kemendagri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Silang Monas, Jakarta, Jumat (15/2).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah peserta berbaris usai mengikuti apel ASN pada jajaran Kemendagri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Silang Monas, Jakarta, Jumat (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menilai, aparatur sipil negara (ASN) boleh melakukan sosialisasi program-program pemerintah. Menurut dia, hal itu boleh dilakukan karena ASN adalah bagian dari aparatur pemerintahan.

"ASN kan aparatur pemerintah sehingga boleh mensosialisasikan program pemerintah," ujar Wahyu ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa (5/3).

Baca Juga

Wahyu memaparkan, ASN adalah pelaksana program pemerintah yang diperbolehkan menyampaikan program-program kerja pemerintah.

"ASN adalah bagian dari pemerintah untuk melaksanakan program kerja pemerintah. Oleh karena itu ASN tentu wajib bekerja dalam rangka melaksanakan program pemerintah. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, Presiden adalah kepala pemerintahan," jelas dia.

Dikonfirmasi terpisah, anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menegaskan, tidak tepat bila ASN diminta melakukan kampanye program-program pemerintah. Pihaknya menekankan, ASN harus netral dalam semua aspek.

Pernyataan tersebut menanggapi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, yang menyebut ASN boleh mengampanyekan program pemerintah.

"Kurang tepat-lah. ASN harus netral dalam tindakan. Kemudian ASN harus netral dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, " kata Rahmat Bagja kepada wartawan di Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (5/3).

Meski demikian, lanjut dia, ASN tetap boleh memilih dalam pemilu. Bawaslu dalam hal ini hanya tidak sepakat jika ASN diminta menyampaikan program-program pemerintah, apalagi salah satu kandidat merupakan pejawat.

Sementara itu, anggota Bawaslu Mochamad Afifuddin menegaskan, ASN sebaiknya tidak berkampanye dan tidak melakukan hal-hal yang berpotensi melanggar aturan kampanye pemilu.

"Yang jelas tidak boleh kampanye. Kampanye itu apa ? Ada unsur citra diri, penyampaian program dan sebagainya. Sementara kalau hanya menjelaskan sebatas komunikasi secara kehumasan itu beda kondisinya," tutur Afif, Selasa (5/3).

Afif mengakui jika saat ini pihaknya sedang menangani banyak sekali dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh ASN, pejabat negara maupun kepala daerah. Dia mengungkapkan jika persoalannya hanya berputar-putar di sejumlah kalangan.

"Muternya di pejabat negara dan kepala daerah, dan larinya ke penggunaan fasilitas negara, penyalahgunaan wewenang dan sebagainya. Akhirnya kami banyak menggunakan jalur hukum lain dalam menindaklanjuti kasus seperti ini. Itulah kenapa saya sampaikan bahwa kewenangannya tidak semua ada di kami," tambah dia.

Sebagaimana diketahui, ASN diwajibkan netral dalam pelaksanaan pemilu. Netralitas ASN ini diberlakukan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Sesuai pasal 2 huruf f UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netralitas atau tidak memihak. Selanjutnya pasal 9 ayat (2), pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Pasal 27 ayat (4) huruf b, Pegawai ASN diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Selain itu, UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 juga menegaskan larangan dan sanksi bagi ASN yang tidak netral.  Larangan ini sesuai pasal 280 ayat (2) huruf f yang menyebut larangan mengikutsertakan ASN, anggota TNI, Polri, kepala desa, perangkat desa. Bagi yang melanggar, sebagaimana pasal 521, dikenai pidana paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.

Kemudian, pasal 280 ayat (3) UU No 7 tahun 2017, ASN, anggota TNI, Polri dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye Pemilu. Bagi yang melanggar pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement