Rabu 06 Mar 2019 04:00 WIB

Gaji Buzzer Politik Bisa Setara UMR

Anggota buzzer banyak yang berstatus pelajar dan mahasiswa.

Pemilu (ilustrasi).
Pemilu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) Rinaldi Camil mengatakan pendapatan buzzer politik bisa setara upah minimum regional (UMR). Pengguna jasa mereka biasanya adalah partai politik.

"Untuk buzzer-buzzer yang bekerja di lini depan, yang menganggap buzzer sebagai sebuah profesi atau pekerjaannya, biasanya dipekerjakan oleh agensi dengan bayaran UMR atau di bawah UMR," ujar Rinaldi di Jakarta, Selasa (5/3).

Baca Juga

Artinya, buzzer di wilayah DKI Jakarta dapat menerima upah hingga Rp 3,9 juta per bulan dengan jam kerja delapan hingga sepuluh jam sehari. Rinaldi menjelaskan bahwa industri buzzer politik memiliki tiga aktor utama yang memiliki perannya masing-masing.

Pertama, pengguna biasanya partai politik. Kemudian, perantara antara "user" dan buzzer yang biasanya digawangi agensi. Selanjutnya, di tingkatan paling bawah adalah buzzer.

Buzzer bisa bekerja secara individu bisa pula berkelompok dengan dikoordinatori oleh seorang buzzer. Seorang koordinator buzzer, menurut Rinaldi, dapat mengantongi Rp 6 juta per bulan. Tenaga-tenaga buzzer yang direkrut biasanya adalah mahasiswa atau pelajar, sedangkan koordinator buzzer biasanya mereka yang lebih senior.

"Kampus-kampusnya bisa di sekitar Jakarta. Mereka (buzzer) biasanya karena memang mencari kerja. Karena motifnya uang dan masih minim pengalaman, tentunya gaji-gaji UMR sangat menarik bagi mereka," kata Rinaldi.

Namun, CIPG tidak memiliki angka pasti seberapa besar industri buzzer politik dan jumlah buzzer politik yang digunakan oleh setiap kandidat pasangan calon.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement