REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat Agus E hanifiah, seni tradisi di Jawa Barat, banyak yang punah. Padahal, Jawa Barat memiliki potensi seni dan budaya yang sangat besar yang terbagi tiga zona, yakni zona Priangan, Kecirebonan, dan Melayu-Betawi.
Menurut Agus berdasarkan data dari Disparbud Jabar, jumlah seni budaya di Jabar sekitar 400. Dari jumlah tersebut, ada 40 kebudayaan yang punah. Untuk menghidupkan kembali budaya tersebut, Disparbud sedang merekontruksi semua seni budaya yang punah tersebut.
"Kami pun akan membangunan pusat budaya yang memiliki fungsi untuk mendorong seni budaya yang punah agar bangkit kembali," ujar Agus usai acara Jabar Punya Informasi (Japri) di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (5/3).
Agus mengatakan, program rekontruksi tersebut adalah upaya menghidupkan kembali seni dan budaya dari mulai mempelajari keseniannya, pakaian yang digunakan oleh pelaku hingga alat-alat penunjangnya. Hal tersebut dilakukan oleh tim peniliti hingga nantinya dilakukan eksperimen untuk ditampilkan kepada masyarakat.
"Memang sekarang kita program rekontruksi-nya bisa satu-dua. Karena bukan masalah uang ya, tapi butuh waktunya yang lama. Dari mulai kita mempelajari lalu kita datang ke lokasi," ujarnya.
Selain rekontruksi, kata dia, pihaknya pun melakukan program revitalisasi pada seni budaya yang punah yakni, dikemas sesuai dengan perkembangan zaman dengan tanpa menghilangkan nilai-nilai orisinilnya.
"Sampai hari ini memang program rekontruksi itu diterima masyarakat," katanya.
Pemprov Jawa Barat pun, kata dia, merencanakan pembangunan pusat kebudayaan di 27 kabupaten/kota guna melestarikan dan memajukan kebudayaan. Sebagai langkah awal, proyek jangka panjang ini akan dibangun pada 2019 ini di lima daerah, yakni di Kabupaten Ciamis (Karangpawitan), Subang (Ranggawulung), Garut (Kampung Pulo), Sumedang (Rancakalong) dan Bandung.
Tujuan dari pembangunan pusat budaya ini, kata dia, sebagai wadah pelestarian dan pemajuan kebudayaan.
"Yang kedua itu adalah sebagai pusat interaksi, interaksi publik sebagai pemanfaatan baik seni maupun pariwisata," katanya.
Selain itu, kata dia, yang paling penting adalah sebagai ruang atraksi seni dan budaya. Sebab, salah satu penyebab kepunahan seni budaya lantaran tiadak adanya ruang atraksi atraksi. Karena itu, pihaknya memberikan fasilitas lewat pembangunan pusat budaya.
Dengan pembangunan pusat budaya ini, kata dia, pihaknya berharap, bisa dijadikan sebagai ruang informasi baik informasi pariwisata dan kebudayaan.
"Jadi pada saat ada wisatawan berkunjung ke pusat budaya itu, diharapkan wisatawan itu bisa mendapatkan informasi gambaran awal tentang bagaimana kebudayaan yang ada di daerah itu," ujarnya.
Sebagai langkah awal, kata dia, untuk pusat budaya tersebut anggaran sekitar Rp 5-7 miliar pada tahun ini. Pada tahapan pembangunan, pihaknya pun akan melibatkan seniman dan budayawan atau tokoh-tokoh di setiap kabupaten kota.
"Jadi dari mulai konsep pembangunan dari mulai konsep bangunan itu sendiri dari konsep nanti isiannya seperti apa, itu sesungguhnya yang lebih banyak menentukan adalah seniman budayawan dan masyarakat yang ada di daerah itu sendiri," ujarnya.
Agus mengatakan, pihaknya memastikan, akan ada karakteristik yang berbeda-beda pada setiap pusat kebudayaan di kabupaten kota. Tempat tersebut akan mengakomodasi atau mengadopsi juga budaya hingga arsitek lokal.
"Sehingga tentu masing-masing kabupaten/kota akan berbeda-beda sesuai dengan dalam konsep pusat budaya itu, jadi termasuk pada arsitektur bangunan," katanya.