Selasa 05 Mar 2019 13:58 WIB

Kemarau Pertama Dialami Sumatra dan Kalimantan Wilayah Ini

Tak hanya kemarau, BMKG juga mendeteksi titik panas (hotspot) karhutla.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolanda
Pemadaman Karhutla: Helikopter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjatuhkan air dari udara saat membantu proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, Kamis (28/2/2019).
Foto: Antara/FB Anggoro
Pemadaman Karhutla: Helikopter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjatuhkan air dari udara saat membantu proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, Kamis (28/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memantau periode kemarau pertama di Indonesia. Wilayah pertama yang mengalami kemarau diperkirakan di Pesisir Sumatra bagian Tengah dan Kalimantan bagian Barat.

Peta analisis hari tanpa hujan berurutan di Sumatra menunjukkan sejumlah wilayah terindikasi mengalami hari kering. Kepala Bagian Humas BMKG Akhmad Taufan Maulana mengatakan wilayah itu di antaranya pesisir timur Aceh dan Sumatra Utara terindikasi mengalami hari kering berurutan enam sampai 20 hari yang dikategorikan pendek dan menengah. 

Baca Juga

"Bahkan di Riau, hari tanpa hujan kategori panjang yaitu 21-30 hari telah terjadi di Rangsang, Rangsang Pesisir, dan daerah Tebing Tinggi," ujarnya, Selasa (5/3).

Tak hanya kemarau, BMKG juga mendeteksi titik panas (hotspot) karhutla. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menambahkan, berdasarkan citra satelit, terpantau titik panas (hotspot) per provinsi 10 hari terakhir terdapat peningkatan titik panas di wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah. 

Sementara untuk wilayah Riau, Sumatera Utara, dan Gorontalo, jumlah titik panas tergolong stabil. Tentunya, Dwikorita melanjutkan, potensi ini memicu terjadinya karhutla di wilayah Sumatra dan Kalimantan Timur.

Sebagai langkah kesiapsiagaan BMKG, Dwikorita mengaku pihaknya melakukan koordinasi dengan UPT BMKG di wilayah Riau untuk meningkatkan mitigasi dampak risiko dari karhutla. Hal ini mengingat adanya SK Gubernur yang menyatakan kantor Stasiun Meteorologi SSK II Pekanbaru masuk ke dalam Tim Respons Cepat sebagai koordinator analisis data.

Lebih lanjut, Dwikorita berharap BMKG Pekanbaru lebih rutin menginformasikan kondisi cuaca serta titik-titik hotspot melalui WAG PUSKODALOPS dan 17 WAG lainnya. "Perlu digencarkan penyebaran informasi melalui kanal media baik media massa khususnya elektronik maupun media sosial," ujar Dwikorita.

Ia menambahkan, BMKG berkomitmen harus meningkatkan kualitas baik dalam penyampaian informasi, serta sebagai pelaku penggerak agar Tim Respons Cepat (TRC) dapat melakukan tindakan sedini mungkin guna meminimalkan korban dan dampak resiko karhutla.

Kepala BMKG bersama kepala BNPB, kepala BPPT, Gubernur Riau, Bupati Bengkalis, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Restorasi Gambut, Dandim, Kapolres, Kalaksa, dan BBBD, melakukan koordinasi untuk memperkuat mitigasi dalam penanggulangan potensi karhutla di Provinsi Riau. Pada kegiatan ini dilakukan meluncurkan teknologi modifikasi cuaca, rapat koordinasi kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman karhutla di Kabupaten Bengkalis, dan meninjau posko siaga bencana karhutla di Kabupaten Bengkalis.

Selanjutnya, Dwikorita menuturkan, pada Agustus 2018 lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla telah meluncurkan Geohotspot 4.0. Geohotspot ini, imbuh Dwikorita, menggunakan satelit Himawari yang dilengkapi satelit Tera Aqua yang mendukung informasi hotspot

Dengan geohotspot, Dwikorita menyebut data peyajian informasi hotspot yang sebelumnya hanya bisa diperbarui setiap enam jam dan baru bisa disampaikan setelah 24 jam, saat ini bisa diperbarui menjadi setiap 10 menit.

"Sehingga informasi terkait hotspot dapat disampaikan secara real time," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement