REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Sosial (Kemensos) memastikan tidak ada regulasi yang mengurangi kualitas atau malah menghambat pelayanan terhadap penyandang disabilitas.
Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 18/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, diterbitkan justru untuk memastikan komitmen Kemensos terhadap layanan penyandang disabilitas yang berkualitas.
Hal ini akan ditindaklanjuti dengan penataan berbagai komponen rehabilitasi sosial khususnya SDM pelaksananya termasuk pekerja sosial yang bersentuhan langsung dengan penyandang disabilitas. Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Rachmat Koesnadi menyatakan, UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan, pengelolaan layanan dasar penyandang disabilitas merupakan kewenangan daerah yang diselenggarakan melalui panti.
"Dapat kami pastikan, bahwa Kemensos tetap akan melanjutkan layanan lanjut di balai seperti pendidikan, pelatihan, dan layanan lain untuk penyandang disabilitas. Tidak ada ketentuan dalam Permensos No. 18/2018 yang membatasi layanan terhadap mereka," kata Rachmat Koesnadi melalui keterangan resmi yang diterima Republika, Senin (04/03).
Pernyataan Rachmat menanggapi aspirasi para penerima manfaat Balai Wiyata Guna yang datang ke Kementerian Sosial. Sebanyak sekitar 80 orang yang mengatasnamakan diri Himpunan Disabilitas Netra Indonesia hadir di kantor Kementerian Sosial. Mereka mengemukakan aspirasi tentang layanan di balai di bawah pengelolaan Kemensos.
"Untuk durasi layanan juga tidak disebutkan dalam permensos. Namun demikian, layanan disabilitas tidak bisa terlalu lama," lanjut Rachmat.
Rachmat menjelaskan, setidaknya ada tiga alasan mengapa waktu layanan di balai harus ditentukan batas waktunya. Pertama, terkait dengan beban anggaran. Waktu rehabilitasi yang lama akan menyebabkan ketergantungan sehingga berimbas pada beban anggaran negara.
Kedua, pembatasan waktu juga dengan pertimbangan untuk memperbanyak jumlah PM. Menurut Rachmat, selama ini balai-balai milik Kemensos hanya mampu melayani sekitar 100 orang per tahun, artinya banyak disabilitas sensorik netra lainnya yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menerima layanan rehabilitasi sosial.
"Bila ada yang tidak bisa menerima kebijakan pembatasan ini, artinya membiarkan penyandang disabilitas netra lain tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan layanan rehabilitasi sosial," kata Rachmat.
Ketiga, dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, layanan dasar dalam panti sosial merupakan tugas pemerintah daerah provinsi. Penanganan penyandang disabilitas merupakan kerjasama pemerintah pusat dan daerah sekaligus kerjasama lintas sektor. Demikian halnya dalam pelaksanaan proses rehabilitasi sosial dimana penerima manfaatnya sekaligus merupakan peserta didik sekolah formal tentunya akan berbagi peran dan kewenangan dengan sektor pendidikan.