Senin 04 Mar 2019 05:49 WIB

Kita tidak Sedang Berperang

Tidak tepat mengaitkan pilpres dengan perang.

Muhammad Hafil
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Hafil*

Pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) 2019 tak sampai dua bulan lagi. Kedua kubu capres-cawapres sedang bersaing untuk merebut hati rakyat agar memilihnya.

Kita berharap agar pilpres ini berjalan lancar dan damai. Sehingga, tindakan-tindakan atau kata-kata yang tidak bijak sebaiknya tidak dilakukan untuk mewujudkan keadaan tersebut.

Salah satunya saat ini yang menjadi perhatian adalah penggunaan istilah "perang" yang dilontarkan oleh kedua kubu capres-cawapres. Bagi penulis, kata-kata ini tidak tepat dan bisa memunculkan adanya pandangan bangsa Indonesia sedang terpecah belah.

Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Moeldoko, menggunakan istilah 'perang total', sedangkan Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi  Neno Warisman mengutip doa nabi saat 'perang badar' dalam pembacaan puisi acara Munajat 212. Meskipun, belakangan Neno menyebut doa itu tak ada kaitannya dengan pilpres dan BPN Prabowo-Sandi. Namun, sulit dimungkiri puisi itu tak politis dan terkait pilpres.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perang dapat diartikan sebagai permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, dan suku) atau pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih (tentara, laskar, pemberontak, dan sebagainya).

Sedangkan perang total diartikan sebagai perang modern untuk tujuan tidak terbatas dengan menggunakan dan melibatkan segala kekuatan nasional. Dari sini, penggunaan istilah perang dan perang total terkait pilpres sudah tidak sesuai. Sebab, seluruh capres-cawapres adalah warga negara Indonesia secara resmi dan tidak ada unsur militer dalam pilpres tersebut. TNI memang dilarang untuk berpolitik aktif dan diharuskan netral berdasarkan undang-undang.

Sementara, Perang Badar adalah perang besar pertama umat Islam melawan musuh-musuhnya yang terjadi pada tahun-tahun pertama hijrah. Soal ini, penulis juga menilai tak tepat mengait-ngaitkan pilpres dengan Perang Badar. Karena, pilpres bukan sebuah pertempuran untuk menghadapi musuh-musuh Islam. Apalagi, faktanya, seluruh capres-cawapres beragama Islam dan masing-masing capres-cawapres didukung oleh kelompok-kelompok Islam.

Misalnya, di kubu capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf, sang wapres yaitu Kiai Ma'ruf adalah seorang ulama, pernah menjadi ketua umum MUI aktif, dan pernah menjadi elite di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kubu ini juga didukung oleh kelompok Islam dan ulama seperti Tuan Guru Bajang Zainul Majdi dari NTB atau Buya Dimiyati seorang ulama fikih dari Banten.

Partai pengusungnya juga ada dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berasaskan Islam dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dilahirkan dan identik dengan warga NU.

Sementara, kubu capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, juga didukung oleh sejumlah kelompok Islam. Misalnya, Prabowo sendiri direkomendasikan menjadi capres oleh Ijtima Ulama II. Selain itu, kubu ini diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berasaskan Islam.

Sehingga jelas, bagi penulis, ini bukan perang melawan musuh-musuh Islam.

Lalu, apa istilah yang tepat digunakan? Bagi penulis, pilpres, ya, pilpres. Sebuah pemilihan umum yang dilakukan secara serentak oleh seluruh rakyat suatu negara untuk memilih wakil rakyat (pemilu legislatif) dan presiden (pilpres).

Sedangkan, prosesnya adalah kampanye. Yang berdasarkan KBBI adalah gerakan (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan aksi, dan sebagainya) atau kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapatkan dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara.

Jadi, perlu diingat, kita ini semua masih dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, mengait-ngaitkan pilpres dengan perang, bagi penulis, sungguh tidak tepat. Mari kita menyalutkan pilihan politik kita dalam pemilu/pilpres dan mewujudkannya dengan aman, lancar, dan penuh dengan kedamaian.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement