Kamis 28 Feb 2019 20:38 WIB

Pendidikan Karakter Dulu, Calistung Kemudian

Idealnya anak-anak diperkuat pendidikan karakter sebelum diajarkan calistung

Dwi Murdaningsih
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Dwi Murdaningsih

Oleh: Dwi Murdaningsih, wartawan Republika.co.id

Masa-masa penerimaan siswa didik baru hampir tiba. Bagaimana? Anda para orang tua apakah sudah memilih sekolah yang tepat untuk ananda? Bagi orang tua, mencari sekolah adalah hal yang mendebarkan.

Sekolah adalah rumah kedua. Anak-anak menghabiskan banyak waktu di sekolah. Sejatinya memilih sekolah bukan hanya memilih di mana si anak belajar. Memilih sekolah adalah sebagian kecil dari memilih lingkungan untuk anak bisa tumbuh dan berkembang. Memilih sekolah adalah sebagian dari memilih dengan siapa anak akan bergaul dan bersosialisasi nantinya.

Tapi ada yang mengganjal orang tua ketika mencari sekolah untuk anak. Sekolah yang saya maksud disini adalah SD. Rupanya, masih ada beberapa sekolah yang masih menerapkan ujian masuk tes baca, tulis, hitung (calistung).

"Calistungnya juga bukan per kata, tapi sudah kalimat panjang," begitu kata seorang teman yang saudaranya hendak mencarikan SD untuk sang putri.

Wow, ternyata bukan hanya masuk kuliah yang ada tesnya. Masuk SD juga (sebagian) ada tesnya. Kalau tidak percaya cobalah googling buku latihan kumpulan soal lulus masuk SD. Banyak sekali buku-buku yang dijual. Harganya pun beragam.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan SD tidak boleh menggunakan calistung sebagai standar menerima siswa. Ia mengatakan, hal tersebut sudah sejak lama diatur oleh pemerintah.

"Memang sebetulnya kan menurut peraturan yang kita terbitkan tidak boleh ada tes baca, tulis, hitung ketika siswa masuk SD, kecuali tesnya itu untuk placement atau untuk mengetahui apakah anak itu sudah mendapatkan pengalaman belajar calistung atau belum. Tapi bukan digunakan untuk menolak atau menerima anak sekolah," kata Muhadjir, Kamis (21/2).

Berdasarkan Peraturan Mendikbud nomor 14 tahun 2018, dalam seleksi calon peserta didik baru kelas 1 SD atau bentuk lain yang sederajat, tidak dilakukan tes membaca, menulis, dan berhitung. Muhadjir mengatakan, telah berusaha mengingatkan SD yang masih menggunakan tes calistung sebagai standar penerimaan siswa baru.

Sayangnya, ini baru mengingatkan. Tidak ada sanksi bagi sekolah yang masih menerapkan tes calistung untuk panduan masuk SD. Padahal, Muhadjir sendiri mengakui adalah sebuah kesalahan apabila orang tua memaksakan anaknya yang masih di bawah usia 7 tahun belajar calistung.

Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim telah meminta pemerintah tegas terkait Sekolah Dasar (SD) yang menggunakan ujian calistung sebagai syarat masuk sekolah. Berdasarkan penelitian di banyak negara, calistung idealnya diajarkan ke anak-anak usia delapan tahun atau lebih. Sebab, masa di bawah 8 tahun seharusnya adalah waktu untuk menguatkan karakter anak dan juga membangun intuisi dan kreativitasnya.

Soal penerapan ujian calistung ini dampaknya panjang. Bagi SD yang menerapkan calistung tentu akan memengaruhi TK atau PAUD yang ada di dekatnya untuk juga mengajarkan calistung. Tujuannya tentu saja agar bisa diterima di SD yang menerapkan calistung sebagai ujian masuk.

Calistung di PAUD sudah lama dilarang, tetapi karena banyak SD yang menerapkan uji masuk pakai calistung akhirnya TK yang dianggap bagus adalah TK yang anak-anaknya bisa calistung. Padahal, PAUD (dan TK) filosofinya adalah tempat bermain, taman bermain. Di sinilah anak sedari kecil belajar bagaimana bersosialisasi dengan orang lain, bagaimana belajar berteman, belajar sopan santun dan belajar pendidikan karakter lainnya. Dengan mengoptimalkan PAUD sebagai tempat pembentukan karakter anak semoga akan lahir generasi-generasi berkarakter dan berakhlak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement