Senin 04 Mar 2019 00:10 WIB

Netgrid: Masyarakat Sulit Akses Data Caleg

Data caleg tidak disediakan oleh KPU.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Bayu Hermawan
Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Sigit Pamungkas menilai, masyarakat akan sulit menyimpulkan kualitas para calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2019. Sebab, data tentang caleg tidak disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan baik.

"Data caleg tidak seluruhnya dibuka. Riset Negrit, tidak sampai 60% data yang dibuka," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/3).

Menurutnya, masalah keterbukaan itu merupakan salah satu kemunduran KPU. Padahal, pada Pemilu 2014 data caleg seluruhnya dibuka oleh KPU, meskipun awalnya partai dan caleg menolak.

Ia menilai, KPU gagal melaksanakan agenda transparansi data diri caleg ke partai dan kandidat. Seharusnya, lanjut dia, KPU bisa menimba pengalaman pemilu 2014 yg berhasil membuka seluruh data caleg.

Akibat tidak adanya data caleg secara lengkap, pengetahuan publik tentang caleg menjadi terbatas. Sigit mengakui, pengetahuan publik tentang caleg bisa didapat ketika caleg langsung menyapa rakyat dengan berbagai metode kampanye. Selain itu, pemilih aktif bisa mendapatkan informasi tth caleg yg ada di dapilnya.  Namun, lanjut dia, langkah terakhir itu membutuhkan fasilitasi data oleh KPU.

"Sayangnya, langkah yang kedua ini tidak dilakulan KPU dengan optimal," katanya.

Sigit menegaskan, KPU seharusnya bertanggug jawab untuk pemilih dapat mengenal caleg dengan baik. Pasalnya, jika data tidak dibuka secara optimal, inisiatif masyarakat sipil juga terhambat. "Upaya masayarakat sipil membuat aplikasi untuk memudahkan pemilih mengenali calegnya menjadi terkendala," katanya.

Mantan Komisioner KPU Hadar Gumay mengatakan, salah satu penyebab minimnya informasi mengenai para caleg adalah masifnya kampanye pemenangan Pilpres yang diikuti pemberitaan sampai ke pelosok. Akibatnya, Pileg menjadi kurang populer.

"Belum lagi parpol dan para calegnya yang tergabung pada masing-masing koalisi pilpres punya tugas juga untuk mencari dukungan capresnya. Serta terjadi kompetisi di antara para calon di dalam satu parpol pada setiap dapil," katanya.

Ia mengakui, untuk berkampanye dengan pertemuan langsung memang dibutuhkan biaya yang besar. Karena itu, ia menyarankan KPU untuk lebih luas menyebarluaskan daftar riwayat hidup para caleg.  "Tidak hanya melalui portal online dan baru memasangnya di TPS pada hari pemungutan suara," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement