Ahad 03 Mar 2019 17:29 WIB

Penduduk Usia Produktif Sleman Capai 227.295 Jiwa

Peran BBLM sangat besar dalam menciptakan masyarakat yang terampil bekerja.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Bupati Sleman, Sri Purnomo.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Bupati Sleman, Sri Purnomo.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tingginya tuntutan kebutuhan peserta pelatihan terhadap materi yang inovatif menjadi tantangan bagi Balai Besar Latihan Masyarakat (BBLM). Mereka harus menyediakan pelatihan variatif dan sesuai kebutuhan lapangan saat ini.

Hal itu disampaikan Bupati Sleman, DIY, Sri Purnomo, dalam acara pembukaan Rapat Kerja Stakeholder Pelatihan BBLM Yogyakarta, pekan lalu. Sri menilai, peran BBLM sangat besar dalam menciptakan masyarakat yang terampil bekerja.

Utamanya, mampu menghadapi tantangan lapangan kerja ke depan. Namun, sebaiknya, angka itu akan turut menjadi tantangan besar bagi bangsa jika kondisi tersebut justru menambah angka pengangguran.

"Pada akhir 2018 penduduk usia produktif Sleman mencapai 227.295 jiwa, angka itu dapat diartikan positif jika keseluruhannya dapat mendapatkan lapangan kerja sesuai potensinya," kata Sri.

Untuk itu, ia berharap, raker dapat memunculkan ide-ide baru yang dapat memberi satu manfaat bagi peserta pelatihan nantinya. BBLM, diharapkan pula mampu merespon kebutuhan peserta pelatihan.

Nantinya, lanjut Sri, kondisi itu dirasa mampu meningkatkan kualitas, kapasitas dan kredibilitas lembaga pelatihan. Hal itu tentu saja dalam rangka menyiapkan masyarakat yang produktif dan mandiri.

Pelatihan itu turut dihadiri Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Harlina Sulistiyorini. Ia menilai, raker itu memiliki posisi penting.

Ia menekankan, pelatihan itu dapat pula menjadi forum pertemuan yang dapat menjawab isu-isu strategis. Melalui forum itu, Harlina berpesan, dapat dicari solusi-solusi efektif dan pemecahan permasalahan yang ada.

"Dalam menyongsong kemandirian desa melalui program pemberdayaan dan pelatihan bagi masyarakat desa, daerah tertinggal dan transmigrasi," ujar Harlina.

Harlina menambahkan, raker itu sangat bermanfaat dalam membangun komitmen bersama guna mewujudkan kemandirian masyarakat desa. Terlebih, menyongsong revolusi industri 4.0.

Untuk itu, perlu adanya peningkatan kualitas koordinasi yang lebih baik lagi. Sehingga, perlu dihadirkan satu sinergi program-program dan kolaborasi dalam pelaksanaannya

"Agar program masing-masing pemangku kebijakan dapat termanfaatkan secara maksimal," katanya.

Pelatihan sendiri dihadiri 93 pemangku kebijakan BBLM Yogyakarta, Jakarta, Pekanbaru, Denpasar, Makassar, dan Ambon. Ada pula mitra-mitra Disnakertrans dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY.

Terpisah, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Gumilang A Shadeqa mengatakan, produktivitas tenaga kerja di Indonesia selama ini masih cukup rendah. Bahkan, jika dibandingkan negara-negara Asia Tenggara.

Belum lagi, ketidakcocokan keterampilan yang didapat dari pendidikan dengan kebutuhan kerja dunia industri. Gumilang berpendapat, pendidikan dan industri seolah tidak sesuai sampai perlu dijembatani pendidikan vokasi.

Masih rendahnya keterampilan kerja kaum muda di dunia industri dinilai turut dikarenakan pendidikan yang paling banyak dibuka masih sekitar humaniora, hukum dan sosial yang mencapai 30 persen.

Sedangkan, bidang ilmu teknik, sains dan teknologi kehadirannya terbilang masih minim. Ia menuturkan, untuk ilmu sains saja baru 1,6 persen, TIK 9,8 persen dan teknik 9,3 persen.

"Bandingkan dengan Malaysia sudah 18,3 persen dan Vietnam 21 persen," kata Gumilang, dalam diskusi bertajuk Meningkatkan Hasil Pasar Tenaga Kerja Muda dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Auditorium FEB UGM, Jumat (1/3).

Selain itu, pemerintah diminta menambahkan jumlah balai latihan kerja. Ia menyebutkan, saat ini hanya ada 19 balai latihan kerja yang dikelola pemerintah pusat dan 284 balai yang dikelola pemerintah daerah.

Sayangnya, hingga kini, kondisi balai-balai latihan kerja dengan kurikulum dan keterampilan yang masih tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Karenanya, perlu ada perbaikan dan peningkatan balai-balai pelatihan kerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement