Sabtu 02 Mar 2019 22:00 WIB

Survei: Milenial Anggap Demokrasi di Indonesia Masih Buruk

Sebagian milenial bahkan menganggap kualitas demokrasi indonesia sangat buruk.

Dosen Universitas Atmajaya sekaligus Pengamat Generasi Milenal, Edbert Gani Suryahudaya (ketiga kanan)
Foto: Republika TV/Fian Firatmaja
Dosen Universitas Atmajaya sekaligus Pengamat Generasi Milenal, Edbert Gani Suryahudaya (ketiga kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei terhadap milenial yang dilaksanakan Atma Jaya Institute for Public Policy (AJIPP) menunjukkan demokrasi di Indonesia masih buruk. Beberapa dari mereka bahkan menyebutkan sangat buruk.

Menurut Edbert Gani Suryahudaya dari AJIPP, segmen milenial dikenal sebagai generasi yang memiliki kemampuan teknologi (48 persen), berpikiran terbuka (33 persen), memiliki jejaring (11 persen), berpikir rasional (empat persen), dan memiliki kemampuan berbahasa asing (empat persen). Milenial berdasarkan survei merupakan generasi dengan rentang 22 -36 tahun di tahun 2018.

Baca Juga

Buruknya demokrasi di Indonesia, menurut 44 persen milenial karena adanya politisasi agama. Sisanya, karena adanya hoaks (22 persen), korupsi (17 persen), radikalisme (11 persen), kekuatan penguasa (satu pesen), dan lain-lain (tiga persen).

Edbert mengungkapkan, milenial kerap dianggap sebagai pemilih pemula di tahun politik ini. Padahal, justru sebaliknya.

"Berdasarkan hasil studi kami, mayoritas milenial atau 94 persennya justru para pemilih muda. Hanya enam persen milenial yang merupakan pemilih pemula," kata Edbert di Jakata, Sabtu.

Dalam berbagai diskusi politik disebutkan definisi dari milenial seringkali buram. Setiap kali istilah milenial dilontarkan, pusaran perdebatan masih seputar seperti apa milenial terlibat ketimbang apa saja yang dibutuhkan. Bahkan tidak jarang politisi yang menempatkan milenial sebagai anak muda serta menganggapnya sebagai pemilih pemula.

Terkait keterampilan yang dibutuhkan milenial, responden menjawab bahwa kewirausahaan merupakan bidang terpenting bagi mereka. Selanjutnya, disusul oleh bahasa asing, kecerdasan buatan, konten kreatif, dan statistik sekaligus data analis.

"Adapun tiga bidang yang paling milenial minati adalah kuliner, desain, dan kerajinan tangan," lanjut Edbert.

Sementara itu, William Henley, Founder IndoSterling Capital, mengatakan generasi milenial merupakan bonus demografi yang dimiliki Indonesia. Generasi tersebut lahir di era kecanggihan teknologi dan internet.

"Peran media sosial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari generasi milenial. Untuk itu, pada IndoSterling Forum ke lima ini, kami membahas Tantangan Generasi Milenial," ucapnya, yang menyebutkan IndoSterling Forum merupakan forum diskusi regular dua bulanan.

Pada kesempatan itu, pembicara yang hadir selain Edbert dan William juga Deasy Sutedja (Corporate Communication Manager IndoSterling), Ainun Chonsum mewakili komunitas pengguna media sosial, dan Dody Rochadi (Managing Director Keystone Advisory Indonesia). Pada forum diskusi sebelumnya, IndoSterling mengusung sejumlah tema seperti Implikasi Pelaksanaan Asian Games 2018 pada Potensi Ekonomi dan Kreatif; UMKM Goes Digital, Perlu atau Harus?; Memilih Pemimpin Masa Depan Pro Ekonomi Rakyat; dan Sigap Bersikap di Era Disruptif.

"Seperti forum diskusi sebelumnya, kami berharap bahasan IndoSterling Forum kali ini, kelak dapat memberikan nilai manfaat kepada banyak pihak, terutama pemerintah maupun para pelaku bisnis yang ada di negeri ini," kata Deasy.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement