Sabtu 02 Mar 2019 08:12 WIB

Ondel-Ondel Mulyadi dan Para Pengamennya

Mulyadi adalah salah satu pengrajin ondel-ondel di Jalan Kembang Pacar, Senen.

Rep: Agata Eta/ Red: Andi Nur Aminah
Kampung Ondel-Ondel
Foto: Republika/agat
Kampung Ondel-Ondel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah perkampungan sempit di kawasan Kramat Pulo, Senen, Jakarta Pusat, Jumat (1/3), suasana ramai dengan warga yang kebanyakan ibu-ibu menggendong anaknya. Mendung menggantung ditingkahi angin sepoi-sepoi. Sesekali bau tidak sedap tercium dari kali.

Suara masjid mengumandangkan azan, bersautan dengan suara roda kereta yang beradu dengan rel. Tidak jauh dari perlintasan rel itu, berdiri sebuah gapura sederhana dari bambu bertuliskan "Kampung Ondel-Ondel" dengan cat merah-putih.

Baca Juga

Berderet ondel-ondel yang mengenakan pakaian khas Betawi berwarna-warni berukuran sedang menghiasi pinggir jalan kampung yang berdampingan dengan kali tersebut. Perkampungan itu memang menjadi sentra pembuatan ondel-ondel. "Ayah, ada yang mau beli ondel-ondel nih," seru salah seorang warga.

Mulyadi, salah satu pengrajin ondel-ondel di Jalan Kembang Pacar, Senen. Pria yang biasa dipanggil Ayah Mul oleh warga itu, segera keluar dari rumahnya. Dengan sigap ia meminta anaknya untuk mengambil ondel-ondel berukuran sedang berwarna hijau. Ondel-ondel berwarna hijau itu kemudian diangkut oleh pembeli menggunakan motor. 

photo
Pengrajin menyelesaikan pembuatan Ondel-Ondel di Rumah Produksi Ondel-ondel Sanggar Betawi Al-Fathir Jalan Kramat Pulo, Jakarta.

Usaha pembuatan ondel-ondel milik Mulyadi berdiri sejak Desember 2009. Ia mengaku terjun ke usaha pembuatan ondel-ondel karena mengikuti jejak orangtuanya yang merupakan perupa seni.  "Keluarga saya sebenarnya orang seni juga. Keluarga saya tapi bikin patung," tutur Mulyadi.

Dalam mengurus usahanya itu, Mulyadi hanya dibantu oleh keluarganya. Mulyadi mengaku setiap hari rajin membuat ondel-ondel. Hari itu sebenarnya dia berencana untuk membuat cetakan wajah ondel-ondel. Sayangnya cuaca mendung membuat Mulyadi mengurungkan niatnya.

 "Tadinya mau bikin cetakan wajahnya, tapi gerimis dari tadi pagi jadi enggak berani bikin, takut rusak," kata dia kepada Republika.co.id sambil mencopot beberapa topeng ondel-ondel dari badannya agar tidak basah terkena hujan. "Sudah mendung gini mending dicopotin," tambah Mulyadi. 

Untuk setiap pembuatan ondel-ondel, setiap bagian dikerjakan terpisah. Mulyadi biasa membuat bagian wajah, sedangkan untuk rangka badan ia dibantu anaknya. Meski begitu, menurut pengakuan tetangga, Mulyadi mampu mengerjakan kedua bagian itu seorang diri.

Selain membuat ondel-ondel, Mulyadi juga membuat aksesoris hiasan kepala ondel-ondel. Hiasan itu dihargai Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu tergantung variasinya. Pembuatan aksesoris itu diserahkan kepada istri dan anak perempuan Mulyadi. 

Tak lama, beberapa pemuda tampak mendatangi Mulyadi. Rupanya mereka datang untuk membantu mengangkut ondel-ondel milik Mulyadi ke atas atap angkutan umum. Sepasang ondel-ondel laki-laki dan perempuan berwarna merah diletakkan di atas atap angkot dan diikat dengan tali.

photo
Pengamen menurunkan ondel-ondel dari angkot saat hujan di Jakarta (ilustrasi)

Segepok uang pun segera berpindah ke tangan Mulyadi. Untuk sepasang ondel-ondel berukuran sedang dengan tinggi sekitar dua meter dijual seharga Rp 2 juta. Sedangkan untuk ondel-ondel berukuran lebih besar dengan tinggi sekitar 2,5 meter dijual seharga Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta.

Pembeli ondel-ondel buatan Mulyadi pun berasal dari berbagai daerah. Pembeli mereka kebanyakan berasal dari Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor. Namun, ondel-ondel Mulyadi rupanya sudah menembus keluar Jawa."Dulu pernah ada orang Aceh yang pesan, dikirimnya pakai peti mati, dikapalin," kata dia.

Ondel-ondel tersebut, kata dia, digunakan untuk festival di Aceh. Selain Aceh, ia juga pernah mengirim ondel-ondel ke Sidoarjo, Jawa Timur.

Di tengah gempuran modernitas, ondel-ondel memang seolah dilupakan warga. Saat ini, ondel-ondel lebih banyak ditemukan di jalanan dan digunakan untuk mengamen oleh anak-anak.  Begitu pula dengan ondel-ondel milik Mulyadi. Pembelinya kebanyakan menggunakan ondel-ondel tersebut untuk mengamen atau ngibing.

Selain dijual, Mulyadi juga menyewakan ondel-ondelnya untuk mengamen. Hanya butuh Rp 50 ribu saja untuk menyewa ondel-ondel miliknya dalam sehari. 

"Sekarang gini deh, kalau kerja kontrak, setelah habis mau apa? Daripada berbuat yang enggak-enggak lebih baik kan ngamen ondel-ondel. Untungnya juga banyak itu," kata Mulyadi.

Selain pemuda, banyak pula anak usia sekolah dasar yang menyewa ondel-ondel di tempatnya. Menurut Mulyadi, anak-anak ini mengamen sepulang sekolah. Mereka bisa mengamen hingga ke Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 

Lewat usahanya itu, Mulyadi berharap dapat ikut membantu dalam menyerap tenaga kerja. "Hitung-hitung kita bantu orang, apalagi jaman sekarang kalau enggak punya skill yang bagus, susah cari kerja," kata dia menutup perbincangan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement