REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden RI Jusuf Kalla membandingkan keberhasilan program pengendalian kelahiran penduduk di Indonesia dengan negara seperti Singapura dan Jepang. Menurut JK, Indonesia melalui program Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan sejak dulu kini telah berhasil.
Hasilnya, Indonesia saat ini sedang mempersiapkan bonus demografi, dimana angka penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia tidak produktif. Berbeda dengan Singapura dan Jepang yang kini justru bermasalah karena kurangnya populasi.
"Kita tentu tidak sperti itu, malah kita menyebut bahwa kita ada keuntungan (bonus) demografi," ujar JK usai membuka Simposium Nasional Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (25/2).
Menurutnya, program KB, dengan mengkampanyekan 'dua anak lebih baik' saat itu membuat jumlah penduduk usia kerja di Indonesia lebih banyak daripada usia tidak bekerja. "Sehingga tingkat subsidi orang bekerja ke orang yang tidak bekerja, tidak sebesar dengan apa yang terjadi di Jepang dan Singapura," ujarnya.
Sedangkan Singapura dan Jepang yang mengkampanyekan cukup satu anak, kini menyebabkan populasi di negara tersebut sangat sedikit. Akibatnya saat ini, jumlah usia tua lebih banyak daripada usia bekerja. Karenanya, Pemerintah negara tersebut memmbuat kebijakan pemberian insentif bagi angka kelahiran anak.
"Kalau dulu di Spore (Singapura) kita tahu semua kalau tidak melahirkan diberikan insentif, subsidi. Sekarang terbalik, kalau melahirkan dikasih subsidi," ujar JK.
Namun demikian, JK menilai keberhasilan program KB juga harus dilanjutkan saat ini, meski bonus demografi sudah didapat Indonesia. Hal itu berkenaan era Revolusi Industri 4.0 yang menekan jumlah kebutuhan pekerja atas lapangan kerja.
"Tetap kita butuh (program) keluarga berencana. bukan karena kekhawatiran pangan tapi justru revolusi industri yang tadi sempat dibicarakan," ujar JK.
Menurut JK, di era Revolusi Industri 4.0 saat ini, banyak industri yang tidak membutuhkan banyak pekerja. Ia mengungkap, keberadaan pekerja dalam industri akan digantikan dengan kemajuan teknologi yakni mesin-mesin atau mekanisasi.
"Apa yg terjadi? akibat suatu teknologi itu yg berkembang IT, bioteknologi maka industri akan berkembang tapi tidak lagi membutuhkan banyak pekerja, tapi lebih membutuhkan daripada skill dan teknologi itu sendiri," kata JK.