Ahad 24 Feb 2019 11:34 WIB

Jejak Doktrin Agama dan Kolonialisme Dalam Secangkir Kopi

Secangkir kopi itu menyimpan banyak rahasia dari kolonialisme sampai doktrin agama.

Hingga tahun 1616 M, penjualan kopi dimonopoli oleh pedagang Muslim dari Yaman dan Turki. Hingga akhirnya pedagang Belanda, Pieter van den Broecke membawa biji kopi ke Belanda dan menjualnya di daratan Eropa.
Foto: Domumen Beggy Rizkiansyah
Hingga tahun 1616 M, penjualan kopi dimonopoli oleh pedagang Muslim dari Yaman dan Turki. Hingga akhirnya pedagang Belanda, Pieter van den Broecke membawa biji kopi ke Belanda dan menjualnya di daratan Eropa.

Oleh: Beggy Rizkiansyah,  Penuiis Sejarah dan Akitvis  Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)

Kalau Anda mengecek topik obrolan tentang kopi di media sosial, Anda akan mendapati hasil yang tidak terlalu mengherankan. Di Instagram misalnya, ada 2.3 juta kiriman dengan tagar #Kopi. Ada lebih dari 800 ribu kiriman tagar #Ngopi. Deretan foto berbagai sudut dan jenis kopi setiap hari muncul di lini masa media sosial. Generasi milenial disebut begitu boros menghabiskan uang untuk secangkir kopi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan meminta generasi milenial mengurangi jajan kopi agar bisa menyusun rencana keuangan. Konon, jika milenial mau mengurangi aktivitasnya meminum kopi, mantan Managing Director World Bank ini percaya mereka bisa menabung untuk membeli rumah.

Ada tren yang semakin meluas menjadikan kopi sebagai gaya hidup di kota besar. Harga secangkir kopi yang mahal ditebus demi rasanya. Namun perjalanan kopi di Indonesia tak senikmat rasanya. Kisah pahit kopi di tanah air berkaitan erat dengan kolonialisme.

Kopi awalnya dikenal di dunia peradaban Islam. Asal kata kopi, yaitu qahwa, dikenal sebagai minuman yang berasal dari Yaman. Petunjuk tentang keberadaan kopi sudah dikenal dari karya para intelektual Muslim.

Hingga tahun 1616 M, penjualan kopi dimonopoli oleh pedagang Muslim dari Yaman dan Turki. Hingga akhirnya pedagang Belanda, Pieter van den Broecke membawa biji kopi ke Belanda dan menjualnya di daratan Eropa.

William H. Ukers dalam All About Coffee and Tea menyebutkan bahwa penemuan kopi berasal dari tahun 750 ketika penggembala Arab bernama Khalid yang tinggal di Etiopia, Afrika. Belakangan, dalam literatur Barat nama Khalid sering diplesetkan menjadi Chaldi. Ia menemukan perubahan perilaku kambingnya setelah memakan buah dari tanaman semak belukar. Meski kisah ini tidak banyak memberikan petunjuk namun karya intelektual muslim di abad ke-9, Al-Razy menyebutkan manfaat medis dari kopi. (Salah Zaimache: 2003)

Ibnu Sina dalam karyanya Qanun al-Tib menyebutkan bahwa kopi adalah material yang berasal dari Yaman. Ibnu Sina juga menyebutkan manfaat dari kopi seperti menyegarkan badan, membersihkan kulit, mengeringkan kelembaban kulit dan memberi aroma yang harum bagi tubuh. Dari karya Ibnu Sina setidaknya pada abad ke-9 atau 10 kopi sudah dikenal di Yaman. (Salah Zaimache: 2003)

Kopi kemudian menyebar ke berbagai wilayah umat Islam. Abdul Qadir al-Makki pada tahun 1558 dalam karyanya Umadat al-Safwa menyebut bahwa Qahwa masuk ke Mekka pada abad ke-9 Hijriah (sekitar abad ke-15). Di Kairo kopi dikenalkan oleh pelajar Al-Azhar yang berasal dari Yaman. Mereka menkonsumsi kopi untuk membuat tetap terjaga saat berzikir. Kopi kemudian tersebar ke wilayah-wilayah umat Islam lewat para jama’ah haji. (Salah Zaimache: 2003)

photo
Kedai kopi di Palestina pada tahun 1900.

Di awal abad ke-15 kopi juga sampai di Turki. Kedai kopi pertama di Istanbul, Kiva Han dibuka pada tahun 1475. Di Turki inilah kopi menjadi primadona masyarakat muslim. Kedai-kedai kopi bertaburan. Ada sekitar 600 kedai kopi di Istanbul bermunculan pada abad ke-15. Kedai-kedai kopi yang berdekatan dengan Masjid membuat masyarakat Turki kala itu mengisi waktu luang diantara waktu-waktu sholat dengan mampir ke kedai-kedai kopi. (Marita Ervin: 2014)

Di Turki, kedai kopi menjadi tempat mencari hiburan. Bukan saja mereka menikmati kopi tetapi juga sebagai ajang berdiskusi tentang sastra, seni, ilmu pengetahuan dan berbagai informasi dan rumor. (Marita Ervin: 2014)

Sejarawan Turki Ibrahimi Pechevi (1572-1650) yang sering berkunjung ke kedai kopi menyebutkan bahwa di kedai kopi, “…beberapa membaca buku, dan menulis […] beberapa orang membuat puisi baru, dan membicarakan sastra.” (Marita Ervin: 2014)

Menurut Augier Ghislain de Busbecq, begitu digemarinya kopi di Turki sehingga Sultan Sulaiman amat terkesan dengan kopi. Ia pun menunjuk khusus seorang kahvecibasi atau  peracik kopi pribadi Sultan. Profesi ini terus dipertahankan di masa sultan-sultan berikutnya. Turki bukan saja menjadi salah satu pusat peradaban Islam pada masa itu, tetapi juga pintu gerbang dengan bangsa-bangsa lain termasuk Eropa. (Marita Ervin: 2014)

Benar bahwa perdagangan internasional di Mesir dan Yaman membuka keran tersebarnya kopi ke berbagai belahan lain di dunia. Tetapi tak dapat dipungkiri, Kesultanan Turki Usmani berperan besar membuat bangsa-bangsa di Eropa mengenal kopi.

Gian Francesco Morosini misalnya. Ia adalah seorang Duta Besar Republik Venesia (sekarang bagian dari Italia) yang melaporkan bahwa di Turki (pada tahun 1582) dalam beberapa pertemuan bisnis mereka meminum minuman panas berwarna gelap, beberapa kali dalam sehari. (Salah Zaimache: 2003)

Kopi Dihalalkan Paus Clement VIII

Pada tahun 1600 di Italia, kopi diminum para pelajar dan pengajar di Universitas Padua (Padova). Namun tidak semua orang di Italia menyambut kehadiran kopi. Beberapa kelompok konservatif Katolik menolak kehadiran kopi. Mereka menganggap kopi telah melanggar aturan agama. Kopi diasosiasikan sebagai kejahatan, tak punya tempat di kehidupan Kristen dan memohon Paus Clement VIII untuk melarang kopi. (Bennet Alan Weinberg & Bonnie K. Bealer: 2005)

photo
Paus Clement ke VIII meminum secangkir kopi.

Paus akhirnya mencoba meminum secangkir kopi. Hasilnya; ia terpikat pada rasanya. Menurutnya, terlalu sayang rasa senikmat itu malah dinikmati orang-orang penyembah berhala (non-katolik). (Bennet Alan Weinberg & Bonnie K. Bealer: 2005)

Foto Ilustratif: Paus Clement VIII akhirnya mengeluarkan fatwa bolehnya meminum kopi, setelah direkomendasikan untuk dilarang oleh kaum konservatif gereja.

Di Inggris, kopi tersebar melalui jalur Turki. Seorang pedagang Turki berama Pasqua Rosee pertama kali mengenalkan kopi ke Inggris. Pasqua Rosee membuka beberapa kedai kopi di St. Michael’s Alley, Cornhill dan London pada tahun 1650. Begitu memikatnya kopi sehingga pada tahun 1700 ada 500 kedai kopi di London. (Salah Zaimache: 2003)

Bagi bangsa Perancis, kopi dikenalkan pada tahun 1644. Beberapa orang perancis dari Marseilles pergi ke Konstaninopel untuk membeli kopi. Tahun 1671, kedai kopi pertama dibuka di Marseilles. Kedai itu dipenuhi para pedagang dari Turki dan menjadi tempat yang nyaman untuk berdiskusi dan berbincang tentang bisnis. Hingga kemudian kopi menyebar ke seantero Perancis. (Salah Zaimache: 2003)

Pada tahun 1616, bangsa Eropa mulai melibatkan diri mereka ke dalam perdagangan kopi dunia. Salah satunya adalah Vereenigde Ooostindische Compagnie (V.O.C). Mereka mulai membeli kopi dari pelabuhan Mokha di Yaman. V.O.C kemudian membuka kamar dagang di sana. VO.C kemudian menjual kopi dengan harga tinggi ke Eropa. Namun keuntungan mereka tidak terlalu signifikan. Hal ini karena mereka juga bersaing dengan Turki. (Lasmiyati: 2015)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement