REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menerima berita atau kabar dari media sosial (medsos). Jokowi memandang bahwa medsos saat ini, khususnya menjelang pemilihan presiden, banyak menampung fitnah-fitnah tentang dirinya.
Ia juga meminta masyarakat agar tidak mudah terpecah akibat perbedaan dukungan terhadap kandidat dalam pileg atau pilpres. "Mendekati bulan politik isinya medsos (media sosial) fitnah semua. Coba dilihat di medsos Jokowi antek asing, PKI, antek aseng, kriminalisasi ulama. Banyak. Saya empat tahun diam saya nggak pernah menjawab. Tapi, sekarang saya harus ngomong," ujar Jokowi saat memberikan 3.000 sertifikat tanah untuk warga Jakarta Selatan, Ahad (22/2).
Bahkan, Jokowi memberi contoh salah satu fitnah yang ia maksud adalah kabar bahwa hubungan antara dirinya dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ada 'apa-apanya'. Jokowi menegaskan, dirinya berhubungan baik dengan mantan Menteri Pendirikan dan Kebudayaan tersebut dan masih aktif menjalin komunikasi antara Presiden dengan Gubernur DKI Jakarta.
"Jangan sampai di bawah ramai, padahal kita yang di atas senyum-senyum. Orang di bawah mikir saya dengan Pak Gubernur (Anies Baswedan) ada masalah, padahal tiap hari ketemu, ke mana-mana bareng. Nggak ada masalah. Jangan sampai dipanasin," kata Jokowi.
Jokowi meminta masyarakat mengedepankan kerukunan antarumat beragama dan menjaga persatuan. Bagi Jokowi, perbedaan suku, agama, dan budaya di Indonesia adalah sunatullah atau ketetapan Allah SWT. Artinya, ujar Jokowi, jangan sampai perbedaan itu justru ditambah dengan 'panasnya' suhu politik yang menjelas ke tengah masyarakat.
Presiden Jokowi.
"Aset besar kita persatuan kerukunan," kata dia.
Presiden Jokowi bukan pertama kali ini membahas tentang hoaks dan fitnah yang ia anggap menyasar ke dirinya. Kerap kali, dalam kunjungannya ke daerah-daerah, Jokowi memanfaatkan momen tersebut untuk mengingatkan warga tentang hoaks yang menimpanya.
Sejumlah isu yang ia bicarakan saat bertemu dengan masyarakat, antara lain, kabar bahwa dirinya antek asing, kabar bahwa dirinya terlibat gerakan komunis, hingga kabar bahwa dirinya mengkriminalisasi ulama. Menanggapi isu soal antek asing, Jokowi lantas menyebut satu per satu kebijakannya dalam 'merebut' kembali hak kelola sumber daya alam, seperti Blok Mahakam di Kaltim dan Blok Rokau di Riau yang kini dikelola Pertamina dan kepemilikan saham Freeport Indonesia yang kini mayoritas oleh Indonesia.
"Lalu, kriminalisasi ulama, saya kan setiap minggu setiap hari keluar masuk pesantren, saya nggak ngerti kriminalisasi yang mana?" katanya.