Kamis 21 Feb 2019 17:07 WIB

Merapi Masuki Fase Pembentukan Lava

Jarak luncur guguran lava dan awan panas saat ini maksimum 2.000 meter.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Konferensi pers perkembangan aktivitas Gunung Merapi di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).
Foto: Wahyu Suryana.
Konferensi pers perkembangan aktivitas Gunung Merapi di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) melaporkan perkembangan aktivitas Gunung Merapi. Sejak akhir Januari, aktivitasnya disebut memasuki fase pembentukan guguran lava dan awan panas.

Kepala BPPTKG, Hanik Humaida mengatakan, fase itu telah terjadi usai aktivitas pada 29 Januari 2019. Saat itu, terjadi sebanyak tiga kali dengan jarak luncur maksimum 1.400 meter.

Lalu, pada 7 Februari 2019 terjadi satu kali guguran awan panas dengan jarak luncur 2.000 meter. Guguran awan panas terjadi kembali pada 11 Februari 2019 sebanyak satu kali dengan jarak luncur 400 meter.

Guguran paling banyak terjadi pada 18 Februari 2019 sebanyak tujuh kali dengan jarak luncur maksimum 1.000 meter. Volume kubah lava terhitung sebesar 461.000 meter kubik dan relatif tetap sampai saat ini.

"Material ekstrusi lava sebagian besar langsung meluncur membentuk guguran lava atau awan panas guguran," kata Hanik, di kantor BPPTKG, Kamis (21/2).

Untuk aktivitas kegempaan sebulan terakhir, ada 14 gempa vulkanik dangkal, 39 gempa fase banyak, 34 gempa frekuensi rendah, 81 gempa hembusan, dan 1.216 kali gempa guguran.

Jumlah gempa guguran selam satu bulan terakhir itu tentu saja bukan angka yang sedikit. Hanik membenarkan, secara keseluruhan memang terjadi peningkatan dibandingkan periode sebelumnya.

"Hal ini menandakan kalau suplai magma ke permukaan masih berlangsung dan cenderung meningkat," ujar Hanik.

Meski begitu, ia menekankan, jarak luncur guguran lava dan awan panas saat ini maksimum 2.000 meter dan masih berpotensi terjadi kurang dari 3.000 meter. Itu berarti, belum mengancam keselamatan penduduk.

Utamanya, mereka yang berjarak paling dekat 4,5 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Hanik menegaskan, bila ada potensi awan panas berjarak luncur melebihi 3.000 meter, rekomendasi tingkat aktivitas akan dievaluasi.

Pada Kamis (21/2), petugas Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Ngepos, Heru Suparwaka melaporkan, secara meteorologi angin bertiup lemah ke arah timur. Suhu udara berkisar 20-27 derajat celcius.

Kelembaban udara 69-78 persen, tekanan udara 840-946,9 milimeter merkuri, dan volume curah hujan 20 milimeter per hari. Visual jelas, asap kawah berwarna putih dengan intensitas tipis hingga tipis 50 milimeter di atas puncak kawah.

"Kegempaan, terdapat tiga guguran amplitudo 10-15 milimeter berdurasi 15-25 detik, dan dua gempa low frekuensi amplitudo 4-6 milimeter berdurasi 8-11 detik," ujar Heru.

Terkait isu retakan di dinding kawah sebelah barat, Kasi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso menjelaskan, pemantauan morfologi sudah dilakukan ke bagian kawah. Ada tujuh stasiun kamera yang melakukan pemantauan.

Bagian barat ada di Pos PGM Babadan dan Pos PGM Jrakah. Dari pemantauan telah dihasilkan gambar setiap 15 menit dengan resolusi tinggi. Dan, atas analisis morfologi BPPTKG selama ini belum ditemukan laporan tersebut.

"Sejauh ini, dari analisis morfologi yang kita lakukan tidak teramati (laporan) yang dimaksud," kata Budi.

Tapi, ia menuturkan, BPPTKG akan melakukan cek dan kroscek terhadap laporan tersebut. Sebab, harus dipastikan pula laporan yang datang memang merupakan laporan benar atau sekadar isu.

Sehubungan perkembangan aktivitas itu, BPPTKG tetap merekomendasikan kepada masyarakat, khususnya yang ada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa. Tapi, selalu mengikuti informasi Gunung Merapi.

Radius tiga kilometer dari puncak Merapi masih diminta dikosongkan dari aktivitas penduduk. Namun, masyarakat dan pemerintah daerah harus mempersiapkan prosedur penanganan kondisi darurat atas aktivitas di alur Kali Gendol.

Masyarakat yang ada di sekitar Kali Gendol turut diimbau untuk mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik. Termasuk, mewaspadai bahaya lahar, utamanya saat terjadi hujan di sekitar Gunung Merapi.

Meski begitu, masyarakat diharap tidak mudah terpancing isu-isu mengenai erupsi Gunung Merapi yang tidak jelas sumbernya. Tetap mengikuti arahan-arahan aparat pemerintah daerah.

Untuk masyarakat yang tinggal tidak jauh dari pos-pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) bisa lagsung datang menanyakan perkembangan informasi. Pemda harus aktif pula sosialisasikan kondisi terkini Gunung Merapi.

"Hingga kini, Gunung Merapi masih berstatus waspada atau level dua," ujar Kepala BPTTKG, Hanik Humaida, menutup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement