Kamis 21 Feb 2019 14:05 WIB

Kondisi Kubah Lava Gunung Merapi Stabil

Masyarakat tidak perlu khawatir dengan aktivitas Gunung Merapi.

Tampilan Gunung Merapi saat mengeluarkan guguran awan panas pada  Senin (18/2).
Foto: Dok BPPTKG
Tampilan Gunung Merapi saat mengeluarkan guguran awan panas pada Senin (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan kubah lava Gunung Merapi dalam kondisi yang stabil, bahkan volumenya relatif tetap sejak 22 Januari 2019.   

"Kubah lava dalam kondisi yang stabil. Volumenya pun relatif tetap sejak 22 Januari yaitu 461 ribu meter kubik," kata Kepala Seksi Gunung Merapi pada BPPTKG, Agus Budi Santoso di Yogyakarta, Kamis (21/2).    

Baca Juga

Budi mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan aktivitas Gunung Merapi meskipun beberapa hari terakhir terjadi guguran awan panas. Jika seluruh kubah lava yang ada saat ini runtuh, Agus memperkirakan, jarak luncur guguran masih berada dalam batas aman yang ditetapkan oleh BPPTKG yaitu tiga kilometer dari puncak.   

"Yang justru perlu dikhawatirkan adalah jika suplai magma mengalami peningkatan yang signifikan. Tentu saja, peningkatan suplai magma tersebut akan bisa diketahui karena ada indikasinya. Sejauh ini, kami tidak melihat indikasi tersebut," katanya.   

Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan, suplai magma Gunung Merapi saat ini masih dalam kategori rendah sehingga guguran yang terjadi tidak terlalu banyak dan apabila terjadi guguran awan panas jarak luncurnya tidak terlalu jauh. Berdasarkan pemantauan BPPTKG, pertumbuhan kubah lava rata-rata terjadi sebanyak 3.000 meter kubik per hari dengan intensitas guguran yang masih rendah bila dibanding guguran yang terjadi saat erupsi Gunung Merapi pada 2006 dan 2010. Saat itu guguran bisa mencapai puluhan bahkan seratusan kali per hari.   

"Dari pemantauan yang kami lakukan, juga tidak terlihat adanya deformasi. Deformasi nihil. Status gunung pun masih tetap waspada," katanya.   

BPPTKG menetapkan status waspada tersebut sejak 21 Mei 2018 usai terjadi beberapa kali letusan freatik dan meskipun sejak 29 Januari muncul awan panas guguran pertama disusul beberapa kejadian berikutnya, namun BPPTKG masih menetapkan status level II untuk Merapi hingga saat ini.   

"Pada 29 Januari terjadi tiga kali awan panas guguran. Kejadian yang sama juga terjadi pada 7 dan 11 Februari dan kejadian awan panas guguran paling banyak terjadi pada 18 Februari dengan tujuh kali kejadian," katanya.   

Meskipun terjadi beberapa awan panas guguran, namun jarak luncurnya tergolong pendek dan masih dalam batas radius aman yang ditetapkan BPPTKG. "Luncuran terjauh adalah dua kilometer mengarah ke Sungai Gendol. Selanjutnya, terjadi beberapa kali guguran dengan jarak luncur beragam," katanya.   

BPPTKG akan mengevaluasi rekomendasi tingkat aktivitas Gunung Merapi jika terjadi luncuran atau potensi luncuran awan panas dengan jarak lebih dari tiga kilometer. "Untuk saat ini, masyarakat diharapkan tidak panik dan tetap waspada. Potensi guguran masih ada sehingga warga atau wisatawan di alur Sungai Gendol dan sekitarnya harus tetap waspada, serta mengantisipasi potensi gangguan abu vulkanik serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat hujan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement