REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menilai idealnya dana riset tidak hanya mengandalkan pemerintah namun lebih banyak berasal dari industri.
"Di negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam lebih banyak dana riset yang berasal dari industri, dibandingkan pemerintah, " ujar Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati dalam acara Sinta Talk di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (19/2).
Saat ini, kata dia, persentase anggaran riset Indonesia lebih banyak dari pemerintah yakni 84 persen. Sebanyak 16 persen sisanya baru dari industri.
Menurut Dimyati, hal ini terjadi karena banyak industri yang lebih memilih membeli inovasi dari luar dibandingkan melakukan riset sendiri."Industri alaminya mencari untung, oleh karena itu kita berikan sesuatu yang menguntungkan bagi industri jika melakukan riset," kata dia.
Untuk itu dalam waktu dekat pihaknya berencana memberikan pengurangan pajak bagi industri yang melakukan riset. Bahkan, Dimyati memperkirakan pengurangan pajak bisa sampai tiga kali lipat dari dana riset yang dikeluarkannya."Sekarang belum bisa diterapkan karena menunggu disahkannya RUU Sisnas Iptek."
Pihak DPR juga telah menyetujui pengurangan pajak sebagai insentif atas riset yang dilakukan. Dimyati menyebut jika RUU belum juga disahkan maka kemungkinan akan ada Peraturan Presiden tentang insentif tersebut.
Anggaran riset di Indonesia baru mencapai 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang jika dirupiahkan mencapai sekitar Rp 30,78 triliun. Idealnya dana riset satu persen dari PDB.