Selasa 19 Feb 2019 22:22 WIB

Di Sidang Idrus Marham, Setnov Akui Marahi Eni Saragih

Setnov bertanya ke Idrus apakah ingin jadi ketua umum Partai Golkar.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Mantan Ketua DPR Setya Novanto bersaksi dalam sidang kasus suap proyek PLTU Riau-1 dengan terdakwa Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/2).
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Ketua DPR Setya Novanto bersaksi dalam sidang kasus suap proyek PLTU Riau-1 dengan terdakwa Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam persidangan lanjutan terdakwa Idrus Marham, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua saksi. Kedua saksi yakni Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) dan terpidana kasus suap proyek PLTU Riau-1, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam persidangan, Setnov mengungkapkan pernah marah dengan mantan wakil ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih. Hal tersebut terungkap saat Kotjo mengaku pernah berkomunikasi dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII  Eni MaulaninSaragih mengenai perubahan politik partai Golkar.

Baca Juga

Eni Saragih disebut dimarahi ketum Golkar Setnov saat itu karena merapat ke Airlangga Hartarto."Jadi begini saya ketemu atau telepon bu Eni bilang Pak novanto marah. Kenapa saya bilang, karena dia (Eni Saragih) merapat ke Pak Airlangga. Nggak lah saya rasa," kata Kotjo di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (19/2).

Hal tersebut langsung diamini Setnov.  Menurutnya, hal tersebut ia lakukan saat sudah ditahan karena terjerat kasus proyek KTP-el, dirinya memilih Sekjen Golkar Idrus Marham sebagai Plt (Pelaksana Tugas) Ketum Golkar.

"Memang begitu saya ditahan, jadi kita sepakat menunjuk pak Idrus sebagai Plt karena selain pengalaman pernah menjadi presiden dunia KNPI, dan loyalitas tinggi serta memang menguasai organisasi, saya setuju," ucap Novanto."Tapi sebelum itu saya ditahan, betul saudara Eni sering rapat dengan Airlangga, bahkan sudah menyatakan munaslub jadi saya tegur, saya masih ketum. Waktu itu saya belum ditahan kenapa kok sudah mengadakan ini (munaslub) dengan saya masih masalah KTP-el, saya minta loyalitasnya," tutur Setnov,

"Memang ada beberapa (calon ketum) karena kita sedang berpihak kepada kekuasaan bersama pemerintah. Jadi pertama yang kita lihat status menteri Pak Airlangga memang tepat Airlangga dicalonkan mengganti saya, tapi keadaan Eni sudah melakukan ke sana kemari. Padahal kita sepakat Pak Idrus menjadi Plt," tambahnya.

Setnov melanjutkan, saat itu ia juga menanyakan ke Idrus apakah ingin menjadi Ketum Golkar jika Novanto bermasalah kasus hukum. "Jadi Pak Idrus pernah datang saat sebelum saya masuk (tahanan). Saya tanya Pak Idrus apakah minat kalau ada masalah dikemudian hari menjadi Ketum karena saya harus bicara pihak lain artinya kepada penguasa. Pak Idrus mengatakan saya belum siap untuk menjadi Ketum tapi kalau dipercaya Plt mungkin saya masih bisa karena sementara. Semestinya saya nilai kemampuan beliau bisa tapi dia tidak siap," ujar Setnov.

Sementara Idrus dalam tanggapannya, menegaskan tak pernah menerima uang  dan terlibat dalam kasus PLTU Riau-1. "Saya ingin kelihatanya masalah sepele tapi implikasinya besar. Jadi apa yang disampaikan oleh bang Kotjo tentang masalah pejabat ketua umum. Itu pun Plt sekitar 20 hari. Kalau masih Plt, masih ada ketua umumnya. Bang Nov baru diberhentikan 13 Desember dan saat itu pengangkatan Airlangga Hartarto," tutur Idrus.

"Saya marah dan kesal ketika diambil di rumah saya (OTT KPK). Karena minta lagi dari saya (Eni) padahal banyak terima dari orang-orang. Saya akan jelaskan banyak hal nanti tentang pertemuan, pembahasan, ketika saya ingin menjadi ketua umum tapi dengan kualitas bukan isi tas, saya akan jelaskan secara utuh. Sehingga keputusan yang diambil majelis berdasarkan fakta yang ada. Ketika saya nanti diperiksa sebagai terdakwa, baik saat pleidoi saya akan jelaskan secara utuh," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement