Selasa 19 Feb 2019 17:42 WIB

Mahfud: Siapapun yang Terpilih Kita Jadikan Momen Pembaruan

Pembaruan dilakukan di semua bidang, termasuk hukum.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menilai pelaksanaan pemilihan presiden akan dijadikan momentum pembaruan.

Pernyataan Mahfud tersebut disampaikan dalam Dialog Suluh Kebangsaan bertajuk 'Menjaga Nalar Sehat dan Berbudi' yang dilaksanakan di halaman parkir Stasiun Purwokerto, Selasa (19/2). Dialog kebangsaan ini, merupakan rangkaian kegiatan Gerakan Suluh Kebangsaan yang didukung PT KAI.

"Mari kita gunakan sebagai momentum pembaruan pemerintahan. Siapa pun yang terpilih, terpilih kembali atau tidak, bisa dijadikan momentum untuk melakukan pembaruan," jelasnya.

photo
Gerakan Suluh Kebangsaan dan PT KAI menggelar dialog suluh kebangsaan di Stasiun Purwokerto, Selasa (19/2). Ketua Gerakan Suluh Kebangsaaan, Mahfud MD tampil sebagai salah satu narasumber dalam dialog tersebut. Rencananya, dialog akan digelar di berbagai stasiun Jawa hingga 22 Februari 2019.

Menurut Mahfud, pembaruan yang dilakukan bisa dilakukan di semua bidang. Baik di bidang hukum atau yang lainnya.  Pada awal diskusi, Mahfud sempat menyinggung keberadaan HTI.

Dia menyebutkan, organisasi tersebut secara eksplisit memang telah menyampaikan deklarasi menolak demokrasi. Hal itu disampaikan dalam deklarasi dari konferensi yang dilaksanakan 12 tahun silam. 

Menjelang masa pemilu 2019 ini, Mahfud mengakui, isu-isu mengenai penggantian dasar negara memang tidak muncul secara eksplisit. "Tapi tindakan-tindakan untuk memecah belah untuk memecah belah, yang sangat membahayakan, itu muncul sebagai gejala," jelasnya.

Baca juga, Mahfud MD Ajak Pemilih tak Golput.

Hal inilah yang menurut Mahfud, mendorong digelarkan dialog Gerakan Suluh Kebangsaan bertajuk 'Menjaga Nalar Sehat dan Berbudi' di berbagai stasiun besar di Pulau Jawa. "Di Merak, tadi kita diskusikan agar perbedaan atau keberagaman yang ada dalam masyarakat tidak justru dijadikan alat untuk berbeda," jelasnya.

Sedangkan di Stasiun Gambir, Mahfud menyebutkan, diskusi di stasiun ini lebih banyak membicarakan tentang Indonesia Emas tahun 2045. Hal ini disebabkan karena ada yang menyatakan Indonesia akan bubar.

"Karena itu, kalau ada yang menyatakan Indonesia akan punah, itu tidak boleh. Kalau memang ada alasan-alasan yang menuju arah itu, maka kita harus bisa menghapus dengan melakukan pembaruan,'' katanya.

Mahfud menyebutkan di tinjau aspek hukum ada empat proses yang akan dilalui sebelum hancurnya suatu negara. Menurutnya, arah menuju kehancuran akan diawali dengan satu kondisi pemerintah terjebak dalam disorientasi penegakkan hukum. ''Dalam masa ini, tujuan penegakkan hukum tak lagi ditaati atau jadi orientasi pemerintahan,'' katanya.

Bila kondisi ini sudah terjadi, Mahfud menyatakan, akan terjadi distrust atau ketidak-percayaan rakyat pada pemerintahnya. Tahapan ini, kemudian akan berlanjut dengan disobidience atau pembangkangan dan perlawanan dari masyarakat. ''Setelah semua proses itu terjadi, barulah terjadi disintegrasi,'' katanya.

Untuk itu, dia meminta agar masa menjelang pilpres seperti sekarang ini dijadikan momentum pembaruan pemerintahan. "Siapa pun yang terpilih, baik terpilih kembali atau tidak, jadikan hal ini sebagai momentum untuk melakukan perbaikan agar tidak terjadi disintegrasi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement