REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA -- Debat Calon Presiden (Capres) sesi kedua yang digelar Senin (19/2) malam, di Hotel Sultan dinilai tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat. Bahkan debat yang sesungguhnya untuk menyampaikan program dan visi misi tidak terekspolrasi, debat terkesan tak professional karena menyerang secara personal.
“Pertama saya kira debat itu belum menjadi wahana untuk tawar menawar program kerja, bahkan dari sisi hakikatnya debat Senin malam (18/2) itu kan artinya saling membongkar,” kata Rektor Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) Sakroni, saat ditemui di runag kerjanya Senin (18/2) kemarin.
Karena debat sudah masuk sesi kedua, seharusnya Sakroni mengatakan, masing-masing pasangan menunjukkan profesionalitas dalam penyampain program kerja dan bagaimana visi misi masing-masing capres bisa terealisasikan selama menjadi RI 1. Debat yang terlihat semalam, menurutnya, sangat jauh dari nilai-nilai agama Islam. “Kalau seperti itu, itu bukan budaya Indonesia,” ujarnya.
Sakroni mengatakan, forum atau debat saling menyerang dan menjelekkan antarsesama peserta debat tidak diajarkan di perserikatan Muhammadiyah. “Debat yang seperti itu kita belum terbiasa atau kita tidak membiasakan diri berdebat sedemikian rupa,” katanya.
Sakroni mengatakan, format debat harus diubah jangan sampai debat hanya jadi ajang saling menelanjangi satu sama lain. Padahal debat yang diatur dalam Pasal 39 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pilpres dan Wapres untuk menyampaikan program kerja dan visi misi. “Jadi formatnya harus diganti. Karena menurut saya tidak menguntungkan,” katanya.
Menurut Sakroni KPU RI harusnya membuat format debat lebih menarik yang dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam mamandang agama, ekonomi, sosial, politik dan hukum. Sehinga pascapemilihan prsiden 17 April nanti masyarakat dapat mengontrol program kerja yang presiden terpilih jalankan. "Misalnya mengadakan diskusi seperti pidato kebangsaan,” katanya.
Seperti diketahui pascadebat, warganet saling mencaci membenarkan masing-masing pendukung. Bahkan Presiden Jokowi dilucuti kewibawaannya karena menyampaikan data tidak valid. Jokowi diduga menggunakan alat bantu earpiece dan salah menyebut unicon dan unicorn yang dikoreksi Prabowo.