Senin 18 Feb 2019 22:05 WIB

KPK dan Australia Bekerja Sama Telusuri Aset Emirsyah Satar

Emirsyah Satar telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Januari 2017.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar berjalan ke luar gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Senin (16/4).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar berjalan ke luar gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Senin (16/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Australia sepakat bekerjasama dalam penelusuran aset pihak-pihak terlibat korupsi di Indonesia. Pada Senin (18/2), pimpinan KPK bertemu dengan Dubes Australia untuk Indonesia, Gary Quinlan dan jajarannya, di Gedung KPK, Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut dibahas sejumlah hal mengenai penguatan kerja sama pemberantasan korupsi di kedua negara. Selain itu, dalam pertemuan ini turut dibahas mengenai aset-aset koruptor di Indonesia yang berada di luar negeri. Salah satunya aset mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.

Baca Juga

"Saya juga menyampaikan masalah (aset Emirsyah Satar) itu kepada duta besar Australia, karena beberapa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, beberapa diantaranya ada yang mengenai masalah aset di Australia," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di Gedung KPK Jakarta, Senin (18/2).

Menurut Syarif dengan kerja sama dengan otoritas Australia untuk menelusuri aset tersebut akan mempermudah Indonesia dalam pengembalian aset negara. Selain itu, KPK dan otoritas Australia juga bersepakat mempererat kerja sama terkait proses hukum antara kedua negara. "Kami bekerjasama menangani hal itu," katanya.

Sementara,  Dubes Australia Gary Quinlan menyatakan, pihaknya siap untuk membantu apapun keperluan KPK. Termasuk membantu menelusuri aset-aset tersangka korupsi yang ada di Australia.

"Kami telah memiliki sejarah yang sangat lama dengan KPK. Baik itu kerja sama pada tahap awal pendiriannya dan sekarang kami terus memberikan bantuan yang tepat di seluruh hubungan antara Australia dan Indonesia," katanya.

Diketahui, Emirsyah Satar  telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Januari 2017. Namun, hingga kini ia belum ditahan KPK. Dalam kasus ini, Emirsyah diduga telah menerima suap dari perusahaan mesin Rolls Royce terkait pengadaan mesin A330-300. Suap tersebut diberikan Rolls Royce kepada Emirsyah dalam bentuk uang dan barang melalui perantara Soetikno Soedarjo.

Atas perbuatannya, Emirsyah Satar disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun ditambah dengan pidana denda paling sedikit Rp200 hingga Rp1 miliar.

Sementara Soetikno Soedarjo selaku pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta hingga Rp 250 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement