REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai pernyataan calon presiden nomor urut 01 dan 02 menarik terkait tema sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam debat kedua pada Ahad (17/2) malam. Terkait program reforma agraria, AMAN menilai tidak ada yang salah dengan program calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.
“Tidak ada yang salah dengan program kehutanan sosial Jokowi, kalau terpilih kembali,” kata Direktur Advokasi Kebijakan Hukum dan HAM PB AMAN Arman Muhammad kepada Republika.co.id, Senin (18/2).
Arman menjelaskan AMAN memang lebih berfokus ihwal bagaimana memastikan program pengakuan dan perlindungan wilayah adat, yang salah satunya hutan adat itu diperhatikan oleh pemerintah. Sebab, selama ini masyarakat adat telah ada dan menguasai suatu wilayah sebelum republik ini ada. Selain itu, perlindungan terhadap masyarakat adat adalah amanah konstitusi.
Arman mengatakan selama ini banyak konflik yang terjadi di atas wilayah adat. Hal itu tentu menjadi pekerjaan rumah bagi siapa pun presiden terpilih. Karena itu, menurut dia, pekerjaan pertama yang harus diselesaikan adalah memastikan negara hadir di tengah masyarakat adat melalui skema pengakuan dan perlindungan wilayah adat, salah satunya hutan.
“Pernyataan Jokowi bagus (melanjutkan program reforma agraria), dengan catatan. Di mana DIM (daftar inventarisasi masalah) RUU Masyarakat Adat, jadi antara teks dan konteks tak nemu, jangan sampai jadi janji,” ujar dia.
Terkait penyataan capres nomor urut 02 Prabowo, Arman tertarik dengan konsep yang menekankan pada Pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi dan air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat. Namun, dia mengatakan Prabowo tidak memaparkan dan menjelaskan seperti apa hak negara dalam menguasai sumber daya alam (SDA) tersebut.
“Konsen Prabowo ingin seluruh pengelolaan SDA itu dikerjakan negara, bukan asing. Semangat Prabowo bagaimana sumber daya alam sedapat mungkina dikelola pemerintah Indonesia, menarik,” kata dia.
Arman mengatakan pengelolaan SDA memang kewenangan negara, bukan hanya dalam konteks perdata. Negara memiliki kewenangan ihwal bagaimana mengatur SDA didistribusikan pengelolaan ke masyarakat untuk tujuan kesejahteraan rakat.
“Salah satunya ada kewajiban pengurus negara, entah presiden dan menteri-menterinya, untuk kemudian memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya,” ujar Arman.