REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PPNS LHK, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) LHK, KLHK bersama dengan PPNS Dinas LHK Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berhasil membongkar praktik pembalakan liar di Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (15/2). Direktur Penegakan Hukum Pidana, Ditjen Gakkum LHK Yazid Nurhuda mengatakan, penanganan kasus pembalakan liar ini merupakan hasil kerja sama antara penyidik Gakkum LHK dan Dinas LHK Provinsi NTB.
"Kolaborasi penyidikan ini perlu dijadikan contoh dan direplikasi ke daerah lain karena terbukti mampu menjadikan proses penegakan hukum dapat dilakukan secara efektif dan diharapkan memberikan efek jera bagi para pelaku pembalakan liar," kata dia melalui keterangan tertulis.
Tim penyidik gabungan selain mengamankan tiga orang tersangka, juga menyita barang bukti hasil kejahatan pembalakan liar berupa kayu olahan sebanyak 177 meter kubik setara dengan 11 kontainer. Kemudian satu set dokumen palsu Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Olahan (SKSHHKO) dan satu unit Kapal Layar Motor 'Bunga Yuliana' dengan berat 102 Gross Ton.
Setelah dilakukan lacak balak asal kayu olahan tersebut diduga berasal dari kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Buton Utara, Kabupaten Buton Utara. Diduga tersangka melakukan kejahatan dengan modus pemanfaatan kayu secara ilegal menggunakan dokumen perizinan dan surat angkut kayu yang tidak sah dibuat terkesan menjadi legal.
Kerugian negara dan lingkungan hidup akibat kejahatan ini diperkirakan paling sedikit Rp 3,5 miliar, dengan perhitungan PNBP (PSDH & DR) yang tidak dibayarkan sebesar Rp 270 juta ditambah denda 10 kali lipatnya, serta nilai tegakan kayu yang dicuri sebesar Rp 800 juta, serta kerugian akibat kerusakan ekosistem yang tidak ternilai. Sementara itu barang bukti yang telah disita berupa kayu dan kapal layar motor akan dirampas untuk negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Tim Penyidik telah melakukan serangkaian proses penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka perorangan yang salah satunya tersangka atas nama DAG sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat. Tersangka dijerat dengan Pasal 83 ayat (1) huruf b Jo. Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 88 ayat (1) huruf b Jo. Pasal 14 huruf a dan b dan/atau Pasal 94 ayat (1) huruf d Jo. Pasal 19 huruf f Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan/atau Pasal 78 ayat (5) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tersangka diancam dengan pidana penjara paling singkat delapan tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling sedikit Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 100 miliar.
Sementara itu, Direktur Jenderal Gakkum LHK Rasio Ridho Sani menegaskan, hasil kerja penyidik dalam memberantas praktek illegal logging ini menujukkan komitmen dan konsistensi penegakan hukum LHK.
"Dalam 3,5 tahun ini, KLHK sudah membawa 595 kasus LHK ke pengadilan, baik terkait dengan pidana maupun perdata. Kami akan gunakan semua instrumen hukum untuk menguatkan efek jera," katanya.
Baru-baru ini PPNS LHK telah berhasil dalam penindakan 384 kontainer kayu ilegal asal Papua pada Bulan Desember 2018 sampai dengan Bulan Januari 2019. Rasio atau yang akrab disapa Roy berharap sinergitas dan kerjasama penanganan kasus pembalakan liar dapat menjadi praktik terbaik oleh aparat penegakan hukum, dalam penanganan kasus kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan lainnya.
Saat ini Penyidik LHK telah melakukan penyerahan barang bukti dan tersangka (Tahap II) kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi NTB. Sementara itu, masih ada lima orang diduga keras terlibat dalam kasus praktek pembalakan liar ini dan akan segera diproses penegakan hukumnya, dua orang DPO dan tiga orang berada di Buton Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.