Ahad 17 Feb 2019 00:42 WIB

Debat Kedua: Mimpi Kedaulatan Pangan

Kubu penantang juga harus menawarkan solusi yang lebih rasional.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolanda
Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat debat pertama pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2019 di Jakarta, Kamis (17/1).
Foto: Republika/Prayogi
Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat debat pertama pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2019 di Jakarta, Kamis (17/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, kedaulatan pangan menjadi salah-satu program prioritas Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dituangkan dalam Nawacita. Bahkan dalam kepemimpinannya Jokowi punya target prestisius untuk mewujudkan kedaulatan pangan lewat swasembada dapat direalisasikan dalam tiga tahun.

"Seperti kata pepatah 'ibarat pungguk merindukan bulan' publik yang terbuai akan janji manis ini akhirnya harus menelan pil pahit melihat kenyataan pemerintah membuat kebijakan yang 180 derajat bertolak belakang," kata dia dalam pesan singkatnya, Sabtu (16/2).

Baca Juga

Alih-alih swasembada pangan, komoditas pangan impor malah membanjiri Indonesia. Mulai dari beras, jagung, gula, daging bahkan garam-pun diimpor yang lebih menyakitkan lagi adalah kebijakan ini justru diambil disaat petani panen raya. 

Pemerintah dalam beberapa kasus malah ribut dan bertengkar sendiri terkait polemik kebutuhan impor. Petengkaran dan tidak singkronnya data antar kementerian dan lembaga justru mempertontonkan buruknya pengelolaan negara. 

Jika merujuk data statistik, impor beras, sejak awal tahun pemerintahan Jokowidodo (2014) impor beras terus tumbuh dari 844 ton menjadi 861 ton di 2015. Jumlah ini terus meroket menjadi 1,28 juta ton pada 2016, sempat turun pada 2017 menjadi 305 ribu ton. Namun, jumlahnya kembali meroket pada 2018 menjadi 2,25 juta ton. 

Sebagai pejawat Jokowi harus “siuman” akan situasi ini, apalagi dalam debat kedua nanti ketahanan pangan akan menjadi salah satu tema yang akan dibahas. Tema ini akan menjadi salah satu titik lemah petahana apalagi diakaitkan dengan janji politik empat tahun lalu yang bakal ditagih sang penantang.

Namun, kubu penantang juga harus menawarkan solusi yang lebih rasional dan operasional sehihgga menjadi logis di mata publik. Penguasaan data dan pemecahan masalah dengan menawarkan solusi yang lebih konkrit akan lebih bermakna dibandingkan dengan hanya mengkritik membabi-buta, apalagi jika hanya menawarkan janji muluk seperti yang dulakukan sebelumnya oleh petahana 2014 lalu. 

"Janji muluk semacam ini akan menjadikan penantang tidak akan dilirik oleh pemilih dan akan kehilangan kesempatan seperti pada debat pertama yang seolah petahana memojokkan penantang," kata dia.

Itu artinya titik lemah pejawat ini akan kembali terlewatkan begitu saja jika kubu penantang tidak mampu memberikan tawaran yang lebih menarik dan hanya terpaku pada kalimat "kami anti impor". "Situasi ini tentu akan menjadi keuntungan bagi petahana dengan sedikit rasionalisasi atas kebijakannya negara mana yang tak impor sama sekali," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement