REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rahayu Subekti
Maskapai Garuda Indonesia Group mengumumkan penurunan harga tiket pesawat di seluruh rute penerbangan sebesar 20 persen yang berlaku mulai Kamis (14/2). Langkah itu diambil selepas Presiden Joko Widodo menargetkan diturunkannya harga tiket pesawat pada pekan ini.
Direktur Utama Garuda Indonesia Adi Askhara mengatakan, semua maskapai di bawah Garuda Indonesia Group, yaitu Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, dan NAM Air menerapkan penurunan harga tiket tersebut untuk semua rute penerbangan.
“Hal tersebut sejalan dengan aspirasi masyarakat dan sejumlah asosiasi industri nasional serta arahan Bapak Presiden RI mengenai penurunan tarif tiket penerbangan,” kata Adi Askhara dalam keterangannya, kemarin.
Selain itu, Ari menegaskan, penurunan tarif tiket pesawat tersebut juga merupakan tindak lanjut dari inisiasi awal Indonesia National Air Carrier Association (INACA). Sebab, sebelumnya penurunan harga tiket, menurut Ari, baru berlaku di beberapa rute penerbangan.
"Ini khususnya untuk menunjang pertumbuhan sektor pariwisata, UMKM, hingga industri nasional lainnya, mengingat layanan transportasi udara memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan perekonomian," dia menjelaskan.
Dengan demikian, Ari memastikan komitmen penurunan harga tiket tersebut sejalan dengan dengan sinergi intensif yang dilakukan seluruh pemangku kepentingan. Terutama, kata dia, dalam memastikan akses masyarakat terhadap layanan transportasi udara tetap terjaga.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menargetkan pekan ini tarif pesawat bisa lebih murah dibandingkan harga yang ditawarkan maskapai sejak awal tahun. “Ya, diusahakan minggu ini (berdasarkan permintaan Presiden Joko Widodo)," kata Budi Karya seusai menghadap Presiden di Istana Merdeka, Rabu (13/2).
Ia mengatakan, penurunan bisa diupayakan sekitar 10 hingga 20 persen dari kemahalan akhir tahun lalu. Angka itu sedianya lebih rendah dari rerata kenaikan yang mencapai 40 persen dibandingkan harga tahun lalu. Kendati demikian, menurut Manhub, pemerintah tak bisa terlampau mengintervensi perusahaan.
"Itu kewenangan hak dari Indonesia National Air Carriers Association (INACA) dan operartor. Kami tidak boleh masuk ke dalam konteks itu," ujar Budi Karya, kemarin.
Dia menjelaskan, jika pemerintah juga turut mengendalikan tarif di luar koridor batas atas dan bawah, dianggap intervensi. Namun, secara moral, kata Budi, Kemenhub menyarankan INACA dan operator memperhatikan kemampuan masyarakat terhadap kenaikan harga tiket pesawat.
Saat ini, maskapai-maskapai utama di Indonesia berada di bawah dua grup, yakni Garuda Indonesia dan Lion Air. Pada grup Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, dan NAM Air berada pada rentang low cost carrier, sedangkan Garuda Indonesia di full service carrier.
Sementara di Lion Air, nyaris seluruhnya merupakan low cost carrier. Pihak Lion Air sejauh ini belum bersedia memberikan pernyataan soal rencana penurunan harga tiket.
Demikian juga, dari pihak INACA. "Tidak komentar dulu soal itu, sudah dibahas banyak atau berlebihan tiga sampai empat minggu yang lalu," ujar Sekjen Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Bayu Sutanto.
Sementara itu, pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan butuh instrumen untuk menurunkan harga tiket pesawat terbang. "Pemerintah hanya mengatur koridornya batas atas dan bawah karena yang melakukan ini perusahaan-perusahaan swasta kecuali pelat merah Garuda Indonesia dan Citilink," kata Alvin, kemarin.
Untuk maskapai dari perusahaan swasta, pemerintah tidak bisa memaksakan untuk menurunkan harga tiket. Menurut dia, penurunan harga tiket bisa saja terjadi jika pemerintah mengupayakan penghapusan pajak avtur atau PPN lainnya. Namun, inisiatif lainnya tetap diperlukan.
Ia juga menemukan bahwa penurunan harga tiket hingga 20 persen yang diumumkan Garuda Indonesia belum berlaku untuk semua kursi di setiap penerbangan. "Saya sudah cek sendiri, kebetulan besok harus terbang ke Solo, harganya Garuda juga tidak berubah. Mengapa begitu? Karena, memang diskon 20 persen itu hanya beberapa kursi," Alvin mengklaim.
Sejumlah pihak sebelumnya mengklaim bahwa kenaikan harga tiket belakangan berdampak luas. Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II menghitung, ada penurunan 11 hingga 12 persen penumpang pada Januari 2019 dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat penurunan okupansi mencapai 40 persen dibandingkan tahun lalu.
Sejumlah daerah wisata, seperti Padang, NTB, dan NTT juga mengeluhkan sepinya wisatawan domestik sejak harga tiket kian mahal. Di Bangka-Belitung, mahalnya tiket pesawat dan kebijakan tarif berbayar dari maskapai memaksa sejumlah usaha UMKM gulung tikar. (ed: fitriyan zamzami)