Kamis 14 Feb 2019 03:00 WIB

Suap SPAM, KPK Sita Rp 13,4 Miliar

Uang tersebut terdiri dari uang yang disita dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita sekitar Rp 13,4 miliar terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera). Uang yang terdiri dalam bentuk Rp 11,2 miliar,  23.100 dolar Singapura dan 138.500 dolar AS. Uang tersebut diduga merupakan bagian dari uang yang mengalir kepada sejumlah pejabat Kempupera.

"Setelah dilakukan rekapitulasi, sampai dengan saat ini, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah uang yang diduga mengalir pada sejumlah pejabat di Kempupera terkait proyek Sistem Penyediaan Air Minum baik dalam mata uang rupiah ataupun valuta asing, yaitu Rp11,2 miliar, 23.100 dolar Singapura dan 138.500 dolar AS ," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK , Rabu (13/2).

Febri memaparkan, uang tersebut terdiri dari uang yang disita dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 28 Desember 2018 lalu. Selain itu, uang itu juga berasal dari pengembalian yang dilakukan 16 orang pejabat di Kempupera kepada KPK.

Para pejabat yang mengembalikan uang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) beberapa proyek penyedia air minum baik yang telah berstatus tersangka maupun masih menjadi saksi. Meski demikian, KPK menduga terdapat aliran dana lain pada sejumlah pejabat terkait proyek air minum ini. Untuk itu, KPK mengingatkan seluruh pihak yang pernah menerima uang suap untuk mengembalikannya kepada KPK.

"Sikap koperatif akan dihargai secara hukum," katanya.

Febri menambahkan, KPK sangat menyesalkan lemahnya pengawasan internal di Kempupera.  Sejauh ini, KPK mengidentifikasi terdapat sekitar 20 proyek air minum yang terindikasi diwarnai praktik suap. Padahal, saat menangkap sejumlah pihak terkait kasus ini pada Jumat (28/12) lalu, hanya empat proyek SPAM dan dua proyek pipa HDPE yang diduga KPK menjadi bancakan pejabat Kempupera.

"Ini memang sangat kami sesalkan karena ketika penyidikan dilakukan semakin berkembang bukti-bukti bahwa dugaan praktik (suap) ini tidak hanya terjadi di empat proyek yang kami tingkatkan di proses penyidikan," ujar Febri.

Tak hanya soal aliran dana, lemahnya pengawasan internal di Kempupera juga terindikasi dari proses lelang di kementerian tersebut. Dari 20 proyek yang terindikasi suap, sebagian besar dimenangkan oleh PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) dan PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) yang dimiliki oleh satu orang.

KPK, sambung Fenri, berharap kasus suap air minum ini menjadi momentum pembelajaran bagi kementerian terutama Kempupera untuk meningkatkan pengawasan. "Semestinya kasus ini jadi pembelajaran bagi pihak Kempupera untuk melakukan pengawasan lebih ke dalam secara internal dan melakukan pemetaan risiko secara lebih serius terhadap proyek Kempupera," ucap Febri.

Adapun, pada Rabu (13/2),penyidik KPK juga memeriksa sejumlah saksi yang berasal dari Kempupera, yakni dua PNS Kempupera, Hamdi Rahman dan Muhammad Sundoro; Kasatker PSPAM NTB, Indra Juliraf; Kasatker PSPAM Aceh, Eddi ; dan PPK Umbulan, Indra Kartasasmita. Dalam pemeriksaan tersebut, tim penyidik mencecar para saksi mengenai pelaksanaan proyek air minum dan aliran dana terkait proyek tersebut.

"Penyidik hari ini memeriksa saksi dari unsur PNS Kempupera dan mengonfirmasi peran dan pengetahuan saksi terkait pelaksanaan beberapa pengadaan di Kempupera dan aliran dana terkait pelaksanaan proyek Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum Tahun Anggaran 2017-2018 di Kempupera," terang Febri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement