REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebut kenaikan tarif tiket pesawat telah mengancam sektor pariwisata nasional. Menurut Arief, dampak dari kenaikan tarif mulai terasa dengan penurunan jumlah wisatawan dan menurunnya okupansi hotel di lokasi wisata.
Ia mengatakan, penurunan wisatawan besarannya berbanding lurus dengan kenaikan tarif tiket pesawat. "Ya, seperti itu (mengancam sektor pariwisata), karena elastisitas itu jadi naik 20 persen, turun 20 persen, konon ada yang naik sampai 70 persen, berarti turunnya sampai 70 persen," ujar Arief di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (12/2).
Menurutnya, kenaikan tarif tiket pesawat memang terlalu tinggi. Arief mengaku mendapat keluhan dan protes daerah wisata yang terdampak kenaikan tingginya tarif tiket pesawat. Ia mengungkap, di Lombok misalnya, penurunan mencapai 30 persen, setelah sebelumnya sudah turun sampai 50 persen karena ada bencana gempa.
"Lombok tadinya dari sekitar 30 persen naik 50 persen, ada bencana baru, yaitu kenaikan harga tarif tiket, itu menurunkan lagi okupansi di Lombok, yang tadinya 50 persen, drop kembali menjadi 30 persen," ujar Arief.
Menurutnya, kenaikan tarif pesawat paling berpengaruh dengan menurunnya jumlah wisatawan domestik. "Banyak sekali, jadi protes hampir dari semua provinsi terutama untuk wisnus (wisatawan nusantara), mulai Aceh, Medan, Batam, Pekanbaru, Padang malah gubernurnya langsung protes ke saya, jadi semua, karena kenaikannya terlalu tinggi," ujar Arief.
Karenanya, ia berharap kenaikan tarif pesawat dilakukan secara bertahap atau tidak sekaligus. Karena kenaikan yang tinggi secara tiba-tiba, menyebabkan kekacauan sektor pariwisata.
"Sekarang yang diuntungkan siapa? secara ekosistem, tidak ada yang diuntungkan, mulai airlinesnya penumpangya sedikit, yang kasian tentu juga temen-temen di ekosistem pariwisata, sekarang jadi sepi sekali dan itulah ya kira-kira okupansi ini tinggal 30 persen itu sudah bagus," ujar Arief.