REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting Manik, mengatakan sampai saat ini belum ada kelanjutan agenda pemeriksaan terkait laporan Oesman Sapta Odang (OSO) di Polda Metro Jaya. Menurut dia, pemeriksaan atas laporan kasus dugaan pelanggaran pidana umum itu masih ditunda.
"Sampai saat ini belum (belum ada panggilan untuk pemeriksaan lanjutan). Kemarin kan ada penundaan terhadap pemeriksaan kita," ujar Evi kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (13/2).
Sebelumnya, Polda Metro Jaya sudah memeriksa Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi terkait dugaan pelanggaran pidana umum dalam pencalonan OSO sebagai anggota DPD. Sedianya, Polda Metro Jaya juga akan memeriksa lima komisioner KPU lainnya.
Namun, Evi mengkonfirmasi jika jadwal pemeriksaan lima komisioner lain belum ada. "Ditunda sampai dengan batas waktu yang belum ditentukan. Waktu itu ada pemberitahuan penudaannya. Jadi belum dipanggil," tegas Evi.
Sebagaimana diketahui, Kuasa hukum OSO, Herman Kadir, melaporkan KPU ke Polda Metro Jaya. Laporan ini tertanggal 16 Januari 2019 dengan NomorLP/334/1/2019/PMJ/Dit.Reskrimum.
Pihak yang dilaporkan adalah Ketua KPU Arief Budiman dan enam komisioner KPU. Mereka dianggap melanggar Pasal 421 KUHP jo 216 ayat (1) KUHP karena tidak melaksanakan perintah undang-undang atau tidak menjalankan putusan PTUN atau Bawaslu.
Selain itu, KPU saat ini juga masih menghadapi perkara dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ketua dan Komisioner KPU dilaporkan ke DKPP karena dianggap tidak menjalankan putusan Bawaslu yang telah memerintahkan KPU menerbitkan SK penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) calon anggota DPD Pemilu 2019 dengan memasukkan nama OSO di dalamnya.
Laporan tersebut dilakukan kubu OSO pada 24 Januari 2019 lalu. Pada Rabu siang, DKPP sudah melakukan sidang pemeriksaan terhadap KPU.
Kubu OSO menyebutkan empat dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua dan Komisioner KPU. Pertama, KPU tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu Nomor 008/LP/PL/ADM/RI/00.00/XII/2018 tanggal 9 Januari. Dalam putusan tersebut, Bawaslu memerintakan KPU untuk melakukan perbaikan administrasi dengan mencabut Keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.04-Kpt/06/KPU/IX/2018 tanggal 20 September 2018 Tentang Penetapan DCT Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD.
Bawaslu juga memerintahkan KPU agar menerbitkan SK baru DCT Anggota DPD dengan mencantumkan nama OSO. Namun, KPU tidak menindaklanjuti, tetapi menerbitkan surat Nomor 60/PL.01-SD/03/KPU/I/2019 tanggal 15 Januari 2019 yang isinya tidak menjalankan putusan Bawaslu.
Pelanggaran kedua, adalah KPU tidak melaksanakan putusan PTUN Nomor Nomor: 242/G/SPPU/2018/PTUN Jakarta tertanggal 14 November 2018. PTUN juga memerintahkan membatalkan dan mencabut Keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.04-Kpt/06/KPU/IX/2018 tanggal 20 September 2018 Tentang Penetapan DCT Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD. PTUN memerintahkan KPU agar menerbitkan SK baru DCT Anggota DPD dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya. Namun, sampai saat ini KPU tidak menjalankan putusan PTUN tersebut.
Pelanggaran ketiga, KPU telah mengabaikan Putusan Mahkamah Agung Nomor 65 P/HUM/2018 pada hari Kamis, tanggal 25 Oktober 2018. Putusan ini terkait gugatan OSO atas Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Pelanggaran keempat adalah KPU tidak melakukan kewajiban berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam suatu rapat dengar pendapat sehubungan Pembentukan Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD tersebut.