Rabu 13 Feb 2019 13:11 WIB

Masalah OSO dan KPU Berlanjut di DKPP

Komisioner KPU dilaporkan ke DKPP karena dianggap tidak menjalankan putusan Bawaslu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Oesman Sapta Odang.
Foto: IST
Oesman Sapta Odang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perkara hukum atas polemik pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota DPD kembali berlanjut. Kali ini, OSO dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertikai di ranah etik dalam sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Pada Rabu (13/2), DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua dan anggota KPU RI atas perkara nomor 21-PKE-DKPP/I/2019. Perkara ini terkait laporan dua kuasa hukum OSO Herman Kadir dan Dodi S. Abdulkadir.

Keduanya mengadukan Ketua dan nggota KPU, yaitu Arief Budiman, Pramono Ubaid Tanthowi, Wahyu Setiawan, Ilham Saputra, Hasyim Asy’ari, Viryan dan Evi Novida Ginting Manik. Komisioner KPU, Ilham Saputra, mengatakan pihaknya hadir di DKPP untuk memberikan keterangan soal pencalonan OSO.

"Perkara soal OSO," ujarnya singkat kapada wartawan, Rabu (13/2) siang.

Ketua dan Komisioner KPU dilaporkan ke DKPP karena dianggap tidak menjalankan putusan Bawaslu yang telah memerintahkan KPU menerbitkan SK penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) calon anggota DPD Pemilu 2019 dengan memasukkan nama OSO di dalamnya. Laporan tersebut dilakukan kubu OSO pada 24 Januari 2019 lalu.

Kubu OSO menyebutkan empat dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua dan Komisioner KPU. Pertama, KPU tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu Nomor 008/LP/PL/ADM/RI/00.00/XII/2018 tanggal 9 Januari. Dalam putusan tersebut, Bawaslu memerintakan KPU untuk melakukan perbaikan administrasi dengan mencabut Keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.04-Kpt/06/KPU/IX/2018 tanggal 20 September 2018 Tentang Penetapan DCT Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD.

Bawaslu juga memerintahkan KPU agar menerbitkan SK baru DCT Anggota DPD dengan mencantumkan nama OSO. Namun, KPU tidak menindaklanjuti, tetapi menerbitkan surat Nomor 60/PL.01-SD/03/KPU/I/2019 tanggal 15 Januari 2019 yang isinya tidak menjalankan putusan Bawaslu.

Pelanggaran kedua, adalah KPU tidak melaksanakan putusan PTUN Nomor Nomor: 242/G/SPPU/2018/PTUN Jakarta tertanggal 14 November 2018. PTUN juga memerintahkan membatalkan dan mencabut Keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.04-Kpt/06/KPU/IX/2018 tanggal 20 September 2018 Tentang Penetapan DCT Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD. PTUN memerintahkan KPU agar menerbitkan SK baru DCT Anggota DPD dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya. Namun, sampai saat ini KPU tidak menjalankan putusan PTUN tersebut.

Pelanggaran ketiga, KPU telah mengabaikan Putusan Mahkamah Agung Nomor 65 P/HUM/2018 pada hari Kamis, tanggal 25 Oktober 2018. Putusan ini terkait gugatan OSO atas Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Pelanggaran keempat adalah KPU tidak melakukan kewajiban berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam suatu rapat dengar pendapat sehubungan Pembentukan Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD tersebut.

Sementara perkara etik berlanjut di DKPP, Ilham mengungkapkan jika sampai saat pihaknya belum kembali dipanggil terkait dugaan pelanggaran pidana umum di Polda Metro Jaya. Dalam kasus ini, KPU menjadi pihak terlapor sementara kuasa hukum OSO sebagai pelopor.

Polda Metro Jaya sebelumnya sudah memeriksa Arief Budiman dan Pramono Ubaid Tanthowi. Rencananya, lima orang komisioner KPU lainnya juga akan diperiksa.

Namun, Polda belum melanjutkan pemanggilan kepada lima orang komisioner tersebut. "Sampai saat ini belum (belum ada panggilan pemeriksaan dari Polda)," ujar Ilham pada Senin (11/2) lalu. 

Baca juga: Survei Internal, Elektabilitas Prabowo-Sandi 60 Persen

Baca juga: 13 Taruna Akpol Dipecat Atas Kasus Penganiayaan 2017

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement