Selasa 12 Feb 2019 05:55 WIB

Pengembang PLTSa Bekasi Kejar Studi Kelayakan

Studi kelayakan tersebut akan dipaparkan kepada PLN sebelum PPA diteken.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Dwi Murdaningsih
Kondisi terkini Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Senin (11/2).
Foto: Republika/Dedy D Nasution
Kondisi terkini Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Senin (11/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI – Perusahaan pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Sumur Batu, Kota Bekasi, PT Nusa Wijaya Abadi menyatakan, studi kelayakan PLTSa akan segera dituntaskan pada pada bulan ini. Hal itu seiring upaya percepatan penandatanganan kerja sama antara pengembang dan PT PLN (Persero) sebagai pembeli listrik.

Presiden Direktur PT NWA, Tenno Sujarwanto, menjelaskan, studi kelayakan atau feasibility study merupakan salah satu syarat untuk dapat bekerja sama dengan PLN melalui pernajian jual beli power purchase agreement (PPA).

Adapun studi kelayakan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu studi tentang perencanaan jaringan dan distribusi listrik serta pengolahan sampah dan tegangan listrik yang dihasilkan.

“Kita bekerja sama dengan perusahaan konsultan lokal. Sebelumnya kita sudah buat studi kelayakan dan diserahkan ke PLN tapi ternyata tidak cocok. Makanya akan kita selesaikan bulan ini,” ujar Tenno saat ditemui di Tempat Pembuangan Sampah Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Senin (11/2).

Menurut Tenno, studi kelayakan seharusnya dibuat oleh pengembang bersama tim dari Pemerintah Kota Bekasi. Namun, pihaknya memilih untuk mempersiapkannya bersama konsultan demi membantu proses pendirian PLTSa. Studi kelayakan tersebut, kata dia, akan dipaparkan kepada PLN sebelum PPA diteken. 

Kendati listrik yang dihasilkan itu akan dibeli oleh PLN, Tenno mengatakan PT NWA sebagai pengembang yang akan bertanggung jawab untuk membangun jaringan listrik. Sedangkan Pemkot Bekasi berwenang untuk melakukan pembebasan lahan yang akan digunakan sebagai tempat infrastruktur jaringan.

Untuk diketahui, pendirian PLTSa Sumur Batu merupakan amanat pemerintah pusat yang dituangkan melalui Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Adapun 12 kota yang diperintah dalam Perpres tersebut yakni Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado.

Tenno mengatakan, dari 12 daerah itu, baru Kota Bekasi yang sudah membangun mesin pembangkit dan membuktikan bahwa sampah bisa menghasilkan tenaga listrik. 

Saat ini, PLTSa yang ia kembangkan berkapasitas 1,5 juta watt. Mesin pembangkut itu sudah dapat mengolah 3,3 ton sampah anorganik sisa atau refuse derived fuel (RDF) setiap satu jam. Sampah tersebut dimusnahkan dengan suhu diatas 1.000 derajat celcius sehingga sudah ramah lingkungan.

“Nanti setelah kita menandatangani perjanjian dengan PLN, kita akan bangun tiga unit lagi sehingga menjadi 9 juta watt. Kita belum berani bangun semuanya karena menunggu kepastian pembeli listrik,” ujar nya.

Selain penyusunan studi kelayakan, PT NWA juga menanti surat dari Wali Kota Bekasi kepada Menteri ESDM untuk perintah penugasan kepada PLN sebagai pembeli listrik yang diproduksi PLTSa Sumur Batu. Tanpa surat itu, tahapan menuju PPA tidak akan terealisasi meskipun studi kelayakan telah dirampungkan.

Pembangunan empat unit PLTSa di TPA Sumur Batu menyesuaikan dengan jumlah tumpukan sampah di area seluas 18 hektare. Ia menuturkan, kelebihan PLTSa adalah harga listrik yang diterima masyarakat tidak akan fluktuatif  akibat nilai rupiah terhadap dolar. Sebab, bahan baku sampah dihasilkan langsung oleh masyarakat.

“Saat ini mayoritas pembangkit dari tenaga batubara dan solar, kalau harga internasional naik ya otomatis harga listrik naik,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement