Senin 11 Feb 2019 19:58 WIB

Hadapi Tahun Politik, Haedar Nashir: Renungkan 'Ayat Iqra'

Surah al-Alaq turun sebagai pencerah

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Hasanul Rizqa
(dok. Humas UMY) Ketum PP Muhammadiyah menyampaikan ceramah dalam dalam Seminar Pra-Tanwir Muhammadiyah bertema
Foto: Republika/Silvy Dian Setiawan
(dok. Humas UMY) Ketum PP Muhammadiyah menyampaikan ceramah dalam dalam Seminar Pra-Tanwir Muhammadiyah bertema

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Masyarakat Indonesia dinilai perlu sebuah pencerahan dalam menghadapi 'tahun politik' 2019. Hal itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir.

Dia berharap, gelaran pemilihan umum tahun ini tidak memunculkan friksi atau konflik antara kubu-kubu yang berbeda pilihan.

Menurutnya, Islam hadir sebagai pencerah bagi semesta alam. Dalam hal itu, dia ingin umat Islam merenungkan ayat pertama yang turun kepada Rasulullah SAW, yakni surah al-Alaq.

Seperti diketahui, surah tersebut dibuka dengan firman-Nya: "Iqra` bismi rabbika alladzi khalaq" ("Bacalah dengan [menyebut] nama Tuhanmu Yang menciptakan).

Haedar menjelaskan, ayat itu diturunkan ketika Nabi Muhammad SAW sedang risau menyaksikan kondisi masyarakat Arab yang masih jahiliyah saat itu. Alquran juga menggambarkan keadaan masyarakat Arab itu dengan kata-kata dzulumat, yang artinya 'kegelapan-kegelapan'. Sifat itu bisa berlaku baik secara kultural maupun struktural.

"Ayat Iqra’ ini kemudian muncul sebagai tanwir, pencerah, yang memberikan cara untuk keluar dari kegelapan tersebut," kata Haedar Nashir dalam Seminar Pra-Tanwir Muhammadiyah bertema "Beragama yang Mencerahkan Dalam Perspektif Politik Kebangsaan" di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (11/02).

Cendekiawan kelahiran Bandung, Jawa Barat, itu memaparkan, ayat itu mengajak manusia untuk menggunakan akal pikirannya dan mengejar ilmu pengetahuan. Dari pemaknaan tersebut, muncul berbagai konsep, seperti tafakkur dan tadabbur.

Sayangnya, lanjut Haedar, kini ayat-ayat Alquran kurang begitu direnungi dalam konteks kemajuan bersama. Bahkan, tidak jarang firman-Nya sering dikutip hanya untuk kepentingan tertentu.

Pada akhirnya, yang dapat muncul adalah sulutan kemarahan, kebencian, hingga pertikaian. "Kita jadi intoleran terhadap perbedaan, misalnya," ucap Haedar.

Islam menuntun manusia untuk menjadi pribadi yang berpikir. Fungsi itulah yang harus ditegakkan kembali.

"Ini yang ingin kita lakukan, mengembalikan Islam pada nilainya yang luhur dan fundamental," sebut Haedar.

Masih selaras dengan fungsi akal. Haedar mengungkapkan, di antara perbuatan yang paling dibenci Allah adalah inkonsistensi dalam kehidupan beragama. Maksudnya, seseorang berkata apa yang tidak dilakukannya sendiri. Seseorang mestinya memikirkan, apakah dirinya sendiri sudah melakukan apa yang sering diujarkannya kepada orang lain.

"Dalam surat Ash-Shaff ayat tiga, Allah memperingatkan bahwa hal yang paling dibenci adalah orang yang mengatakan apa yang tidak mereka lakukan, artinya ketika Anda mengaku seorang Muslim, (maka) konsistenlah," tegas Haedar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement