Senin 11 Feb 2019 17:04 WIB

'Ronda Digital Solusi Perangi Hoaks'

Masyarakat bisa saling mengingatkan kepada para pemegang akun medsos .

Media sosial
Foto: pixabay
Media sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ronda digital dinilai bisa menjadi solusi untuk memerangi berita bohong (hoaks) dan narasi kebencian di media sosial (medsos). Dengan ronda digital masyarakat diajak untuk aktif melakukan komunikasi dan memahami budaya saring sebelum sharing saat berselancar di dunia digital (maya).

“Itu (ronda digital) ide yang bagus dan terobosan luar biasa. Dengan ronda digital ada semacam sistem keamanan lingkungan (siskamling) atau apapun namanya di dunia digital. Jadi masyarakat bisa berdialog ketika menemukan konten apakah itu hoaks atau narasi kebencian,” ujar Direktur Eksekutif EmrusCorner, Dr Emrus Sihombing, di Jakarta, Jumat (8/2).

Menurut Emrus, bila ronda digital itu dilakukan masyarakat bisa lebih cerdas dalam menganalisa konten sebuah berita, apakah berita itu benar atau hoaks. Mereka juga bisa memilah dan memilih mana berita yang bisa disebarkan dan mana yang tidak produktif. Selain itu, mereka juga bisa saling melaporkan ke pihak berwenang seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika bila menemukan konten hoaks dan narasi kebencian.

Selain itu, dengan adanya ronda digital, masyarakat juga bisa saling mengingatkan kepada pemegang akun medsos yang menyebarkan kontek tidak produktif, bahwa tindakan komunikasi seperti itu tidak sesuai dengan nilai-nilai kebersamaan.

“Saya rasa ronda digital sangat efektif untuk mereduksi hoaks dan narasi kebencian di medsos. Masyarakat bisa memperbincangkan sesuatu yang baik untuk kebersamaan, juga bisa mengkritisi bila menemukan hoaks atau narasi kebencian yang tujuannya ingin memecah belah,” kata Emrus.

Ia menambahkan, ronda digital ini bisa dilakukan melalui komunitas masyarakat tertentu karena medsos tidak ditentukan oleh letak geografis sehingga bisa berinteraksi di manapun. Misalnya komunitas profesi, hobi, dan lain-lain. Namun, Emrus juga mengingatkan agar hari-hati dalam memahami sebuah konten agar jangan sampai pesan itu malah viral sehingga menguntungkan dan membesarkan pemilik akun.

Dalam hal ini, dosen pasca sarjana Universitas Pelita Harapan ini menggaribawahi teori komunikasi yang dikemukakan Willy Karamoy yaitu efek pantul cermin. “Maksudnya ingin meredam atau menolak, tetapi karena salah desain pesannya justru mengangkat dan menyebarkan konten tersebut,” jelasnya.

Dirinya juga mengatakan, di tengah situasi politik yang semakin memanas, masyarakat juga harus bisa menahan diri agar tidak mudah terprovokasi terhadap hasutan kebencian yang ada di medsos. Menurutnya, pelaporan atau aduan terhadap delik medsos ke ranah hukum ke aparat penegak hukum tentu diperlukan, akan tetapi akan jauh lebih penting apabila masyarakatlah yang sama-sama menjaga iklim kebaikan di medsos itu sendiri. Pengguna medsos juga harus belajar dalam mengungkapkan keberpihakan yang sah-sah saja dalam alam demokrasi, belajar untuk beradu pendapat melalui medsos dan juga belajar untuk menghadapi beragam konten di medsos itu sendiri.

“Saya percaya kita sedang belajar banyak dalam menggunakan medsos. Yang terpenting adalah kesadaran masyarakat itu sendiri yang harus ditumbuhkan akan bahayanya konten dan akun negatif di medsos, sehingga akan banyak persoalan-persoalan yang bisa diselesaikan apabila banyak akun baik yang melawan akun negatif,” katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement