REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gunung Merapi akhir-akhir ini kerap mengeluarkan awan panas. Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), luncuran awan panas yang terjadi Senin (11/2) pagi sejauh 400 meter mengarah ke Kali Gendol.
Menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana, dinamika ritme Merapi seperti itu dan sampai sekarang statusnya tetap masih waspada. "Meskipun demikian, seluruh komponen yang ada harus tetap meningkatkan kesiapsiagaan," kata Biwara, di Kepatihan Yogyakarta, Senin (11/2).
Terkait penambangan pasir di sekitar Gunung Merapi, kata Biwara, karena awan panas meluncur ke daerah aliran Kali Gendol, maka dari perspektif kebencanaan sebaiknya di hulu Kali Gendol dihindari aktivitas penambangan pasir yang langsung ke sungai.
Apalagi aktivitas penambangan pasir itu di bawah dan pakai truk tidak bisa bergerak, karena kecepatan aliran awan panas dengan informasi, kadang lebih cepat aliran awan panas. "Karena itu para penambang pasir harus hati-hati, waspada, dan mengikuti perkembangan Gunung Merapi," sarannya.
Menurutnya, pihak yang berwenang menutup aktivitas penambangan pasir yakni dari Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral. Lebih lanjut ia mengatakan aktivitas Merapi hanya terpantau di siang hari, dan pada malam hari hanya terdengar suaranya tetapi tidak melihat visualnya.
"Karena itu sistem jaringan komunikasi informasi BPBD, BPPTKG, komponen masyarakat, dan posko-psko menjadi kunci informasi yang cepat tepat agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar," jelasnya.
Kearifan lokal di sana, Biwara menambahkan, juga menjadi informasi rujukan masyarakat, seperti di Posko Wonokerto, Pakem, Tempel, sampai Ngemplak. Pos pemantauan dan pos komando masyarakat di Wonokerto, Kinahrejo, Srunen, dan Kemapang yang memantau Merapi secara visual juga menjadi media informasi masyarakat.