REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan kesiapannya melakukan kerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mengantisipasi kejahatan siber terhadap lembaganya. Menurut Arief, KPU telah meminta pihak yang ahli di bidangnya bisa membantu mengamankan situs pemilu.
"Kami bersedia (bekerja sama) sepanjang dalam ketentuan diperbolehkan," jelas Arief kepada wartawan di Hotel Sari Pan Pacific, Sabtu (9/2).
Arief mengakui, KPU tidak memiliki keahlian dalam membangun sistem IT. Oleh karena itu, KPU meminta kepada pihak-pihak yang ahli dibidangnya untuk memberikan dukungan.
"Makanya saat kami membangun sistem IT dan keamanan IT, KPU bekerja sama dengan ahli," tuturnya.
Salah satu langkah yang telah dilakukan KPU yakni melakukan upgrade software dan hardware. Sistem IT KPU juga diperkuat dengan menambah sejumlah server.
Sementara itu, terkait kemungkinan kebocoran data, Arief menegaskan ia sudah mengingatkan rekannya di KPU untuk tidak main-main dengan hal tersebut. Ia meminta segera dilakukan penindakan jika terjadi kebocoran data.
"Kalau ditemukan tangkap saja, kami minta prosesnya dipercepat," ungkap Arief.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebut, Indonesia menjadi negara dengan status darurat keamanan siber. Salah satu lembaga yang rentan diserang kejahatan siber adalah KPU.
Kepala BSSN Djoko Setiadi mengimbau KPU untuk mempercayakan keamanan siber pada lembaganya. "Jangan terjadi sebaliknya, BSSN dituduh melakukan pergerakan-pergerakan dan bersekongkol dengan salah satu siapapun,” kata Djoko kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (9/2).
Djoko menjelaskan, posisi BSSN merupakan lembaga hasil dari transformasi Lembaga Sandi Negara yang mana setiap pegawainya telah disumpah agar wajib mengemban tugas hingga seumur hidup dalam mengamankan keamanan sandi negara. Djoko menegaskan, posisi BSSN dalam hal ini netral dan independen sehingga tak perlu ada yang dikhawatirkan dalam menaruh kepercayaan keamanan siber.